“Anak-anak bodoh”
Tadi sempet bengong di meja kantor, males ngebales e-mail dari orang bule, terus menerawang ke luar jendela dari kantor gw di lantai 11.
Dari jendela gw bisa melihat sebuah lahan menganggur yang dijadikan lapangan bola seadanya. Lapangan tersebut nyaris tidak ditumbuhi rumput, hanya tanah merah berdebu. Selain menjadi akses “jalan potong” bagi motor, lapangan itu juga sering dipakai anak-anak bermain bola.
Pagi tadi, gw melihat sekelompok anak bermain. Seorang anak duduk di atas sesuatu yang nampak seperti daun pisang kering. Kemudian anak yang lain berusaha menarik di daun pisang, seolah-olah menjadikan si daun pisang itu seperti kendaraan. Beberapa anak lain tampak mengerumuni dan tertawa. Tentunya berat sekali konsep kendaraan tanpa roda seperti itu, dan hasilnya ya majunya “ajrut-ajrutan”.
Pikiran pertama yang terlintas di pikiran gw “Anak-anak bodoh”. Ngapain melakukan hal yang begitu melelahkan dan jelas-jelas sia-sia?
Tetapi kemudian gw mikir lagi; apa yang mereka lakukan mungkin ‘bodoh’, tetapi mereka tampak bahagia dan lepas melakukannya. Isn’t that what really matters?
Kita yang sudah dewasa memang lebih pintar, lebih mengerti banyak hal, lebih “tahu” macam2. Tetapi justru karena itu kita tidak sebebas mereka si “anak-anak bodoh”. Dalam mengerjakan sesuatu, apa itu di kampus, pekerjaan, atau kehidupan sosial, kita sibuk berpikir “Gw keliatan bego gak ya?”, “Ini sudah cara yang paling canggih gak?”, “Apakah ini akan memberikan hasil maksimal?”, dan sejuta ‘pertimbangan dewasa’ lainnya. Dengan segala uang, jabatan, ijazah yang kita miliki, mungkin justru kita hidup di dalam “penjara yang tak kasat mata” (invisible prison).
“Anak-anak bodoh” prinsipnya hanya “just do it”, persetan dengan prinsip Fisika dan efisiensi energi, yang penting have fun dengan teman-teman. Dan dalam kebodohan itu mereka belajar sambil tertawa, dengan merdeka.
Mereka mungkin lebih “bodoh”, tapi mungkin mereka lebih bahagia.
(kenapa jg gw jadi mellow di kantor gini….bisa kena SP neh :D)
Categories: Random Insight
Kebahagian itu tidak selamanya butuh pengetahuan Mas 🙂
Dan mungkin, tahu tidak selamanya pintar, pintar tidak selamanya tahu, dan keduanya tidak selamanya berarti bahagia.
Atau mungkin juga penting mempertahankan ‘kekanak kanak-an’ dalam diri agar bisa ‘just do it’ tadi
Eh ini ngomong apa saya…anyway Happy Friday 😀
Makin dewasa ternyata pemikir kita terkadang menjadi lebih konyol dan ribet. Tai yetep ga mau mati konyol. Lol
I guess… we can all learn to say “go to hell with PENCITRAAN” from those seem-stupid-but-happy kids..
Biasanya sih dulu gw maennya pake pelepah pinang/palem bukan daun pisang 🙂
And ignorance is a bliss, isn’t it?
“happiness only real when shared.” ~ Alexander Supertramp – Into The Wild
biar “bodoh” tapi merdeka..