Semua Yang Alami Itu Baik. Masak?
Awalnya gara-gara tadi di ruang meeting dapet air mineral mereknya “Fiji Water”.
Di botolnya dibilang (dalam bahasa Inggris), “dari mata air kepulauan Fiji”, dengan gambar pulau tropis yang indah. Jadi kesannya ini air alami banget, dari sumber alam, jadi pasti murni dan sehat. Karena apapun yang “alami” biasanya dianggap sehat.
Gw jadi ketawa karena pernah baca di artikel bahwa sebuah penelitian menemukan kadar bakteri yang tinggi di Fiji Water. So much deh dengan “murni alami”….
Di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, kayaknya kalo sebuah produk makanan/minuman/obat mengklaim sebagai “alami”, maka asosiasinya adalah sehat, baik bagi tubuh manusia. Semua jamu pasti baik karena dibuat dari bahan alami. Semua obat Barat pasti jelek karena kimia. Alam = pasti baik. Buatan/artificial = pasti jahat. Tapi kalo dipikir-pikir, sebenarnya kalo kita betul-betul alami, justru banyak juga gak enaknya:
Kalo beneran alami, maka harusnya kita makan gak cuci tangan dulu. Karena bakteri/kuman itu alami kok…
Kalo mau alami, makanan gak perlu dimasak. Semua makanan dimakan mentah kayak sashimi gitu. Alami banget?
Kalo kena infeksi bakteri, atau kanker, jangan dikasih antibiotik/kemoterapi, karena bakteri dan sel kanker adalah ciptaan alam….
Kenyataannya, kalo kita beneran mau konsekuen dengan hidup ‘alami’, banyak dari kita yang tidak akan hidup lama. Cara ‘alami’ justru adalah persaingan dalam mempertahankan hidup, antara mangsa dan pemangsa, antara inang dan parasit, dll. Manusia sebagai spesies justru menguasai flora dan fauna lainnya karena melakukan ‘manipulasi’ melawan ‘alam’. Kita mengembangkan disinfektan agar kita tidak terinfeksi kuman, dari meja makan sampai meja operasi. Kita menciptakan perangkap/senapan agar selamat dari terkaman singa, harimau, beruang – anggota alam yang dengan senang hati mau menyantap kita. Mutasi sel yang berakibat kanker, flu burung, AIDS, juga adalah fenomena alami, yang kita lawan dengan teknologi pengobatan modern.
Jadi sejarah membuktikan bahwa tidak semua yang ‘alami’ itu baik untuk manusia. Kenyataannya, alam sangat berminat untuk menyantap atau ‘mencelakakan’ kita. Nothing personal, hanyalah bagian dari ‘circle of life’.
Belum lama ini ada artikel mengenai bagaimana Steve Jobs menyesali tidak segera melakukan langkah medis modern ketika dia didiagnosa dengan kanker pankreas. Sebaliknya, beliau mencoba dulu cara-cara alami: diet, menemui spiritualis, ramuan herbal, dll. Seandainya saja operasi dan tindakan medis modern dilakukan dengan lebih cepat, mungkin nyawanya bisa diselamatkan, minimal diperpanjang. (berita lengkapnya: http://www.guardian.co.uk/technology/2011/oct/21/steve-jobs-cancer-surgery-regret)
Tetapi gw sendiri percaya banyak hal dari alam itu memang baik. Makanan yang dimasak sendiri pasti lebih baik dari makanan proses dengan bahan pengawet dan pewarna. Udara pegunungan pasti lebih baik dari udara kalengan (AC) di gedung kantor. Dan masih banyak lagi. Tetapi untuk menganggap SEMUA yang alami adalah baik juga naif, dan melupakan sejarah spesies manusia adalah rangkaian keberhasilan ‘menaklukkan’ alam.
Kembali ke si air Fiji, buat gw sih air minum kemasan lokal sudah cukup. Dan jauh lebih murah pulak. Gak perlulah gw sok minum air impor dari mata air asli Fiji. Jangan-jangan gw malah minum air kecampur pipisnya harimau Fiji 😀
Categories: Random Insight
*Kembali ke si air Fiji, buat gw sih air minum kemasan lokal sudah cukup. Dan jauh lebih murah pulak. Gak perlulah gw sok minum air impor dari mata air asli Fiji. Jangan-jangan gw malah minum air kecampur pipisnya harimau Fiji*
bhihikkk, yang lokal aja deh 😀
Setuju ( baru operasi, stelah lama menimang2 antara operasi dg pengobatan alternatif)
sebenernya balik-baliknya ke diri sendiri kok, mau pilih yang mana hehehe..
Pipis harimau Fiji *ngakak sampe keluar air mata*