Kisah Seorang Dokter dan Seorang Salesman
Mau bercerita tentang seorang dokter.
Suatu hari, kira2 dua bulan yang lalu, saya menderita sakit batuk yang lumayan parah. Batuknya parah banget sampai tidak bisa tidur. Akhirnya saya menyerah dan memutuskan menemui dokter umum langganan saya. Beliau meresepkan obat untuk meredakan gejala batuk saya. Entah kenapa, obat yang diresepkan tidak mempan. Batuk saya masih saja menghebat di malam hari, dan sesudah kira2 3 hari tidak ada perbaikan, saya pun kembali ke dokter yang sama.
Di kunjungan berikut, beliau tampak sangat concern karena saya masih tidak merasa lebih baik. Sebenarnya tidak ada indikasi penyakit yang serius, hanya saya memang perlu bisa tidur di malam hari. Akhirnya dia pun meresepkan obat lain yang lebih kuat.
Saat saya pamit dan keluar dari ruangan, sang dokter berkata, “Saya jadi merasa tidak enak kamu tidak merasa sembuh dan harus kembali lagi. Saya mohon maaf.” Jujur saya kaget sekali mendengar itu. Bagi saya ini bukan penyakit berat, hanya batuk flu saja. Dan namanya sakit kan kadang2 memang obatnya tidak bisa sekali klop. Tetapi si dokter ini sampai merasa mengutarakan kekecewaannya bahwa saya tidak sembuh dengan sekali kunjungan. Saya sampai harus berkata kepadanya, “Wah, ya gak apa2 kali dok. Obatnya belum pas aja kali.” Tetapi kejadian itu berkesan sekali bagi saya. Rasanya itu kejadian pertama saya mendengar dokter menyatakan maaf karena tidak bisa membantu pasiennya dalam sekali kunjungan.
Kisah kedua, tentang seorang salesman di Electronic City.
2 minggu lalu saya mencari mesin cuci bersama istri di Electronic Solution Kota Kasablanka. Saya langsung saja mengarah ke pojok merek yang sama dari mesin cuci lama saya, yaitu LG. Di sana kami dibantu seorang sales pria yang ramah dan, ehem, luwes. Dia bertanya ada apa yang salah dengan mesin cuci kami sekarang. Ketika istri menjelaskan bahwa tabung mesin cuci kami yang sekarang agak penyok/peyang, dia spontan berkata, “Kok bisa peyang memang dipakai untuk mencuci ubi ya bu?” Saya dan istri ngakak keras sekali dengan pertanyaan tidak terduga itu. Tetapi selera humor selalu efektif mencairkan suasana. Si sales yang bernama Arif ini pun bahkan menunjukkan model yang sedang diskon besar dan tidak menganjurkan kami membeli model yang mahal.
Saat di kasir, sambil mengantri, saya tertarik dengan promosi TV yang diletakkan di pintu masuk. Sambil istri mengantri, saya mengecek TV yang suaranya sangat berdebam2 itu. Ternyata sebuah tv dari merek Samsung dengan built-in speaker yang keren. Ketika saya kembali ke antrian, istri sudah di kasir dibantu si sales Arif. Saya bercerita ke istri, “Eh, tivi tadi keren deh speakernya. Keras banget!” Si sales LG yang bernama Arif tadi mendengar dan spontan nyeletuk, “Mas, suara sih boleh kenceng di toko. Tapi kalo udah dibawa pulang, gambar boleh deh diadu sama (merek) punya saya.” Lagi2 saya dan istri ngakak mendengar ini. Kami sampai memuji, “Arif, kamu hebat banget jadi sales! Dedikasinya pol! Kalo ada bos kamu di sini saya laporin deh.” Sayangnya katanya bosnya berkantor di kantor pusat.
Bagi saya, si dokter dan si salesman ini punya kesamaan: mereka bekerja dengan hati dan passion, bukan bekerja sekedar kewajiban mencari nafkah. Their heart is at the right place. Sang dokter kecewa jika si pasien tidak sembuh dalam sekali kunjungan. Si salesman bisa menghibur customer dengan joke2, dan sigap mengendus kesempatan untuk membela merek yang diwakilinya. Baik itu seorang dokter atau salesman, bekerja dengan hati dan kecintaan akan terasa oleh orang lain bedanya. Dan bekerja dengan hati dan cinta itu membebaskan, bukan membebani.
Betapa beruntungnya orang-orang seperti itu! 🙂
Categories: Uncategorized
Dear, Om Piring..
Tulisan yang sangat bagus dan terimakasih sekali untuk mau berbagi dengan kami.
Saya, Juliana, seorang resepsionis di salah satu butik hotel di Jogjakarta.
Kami, saya lebih tepatnya, diajarkan untuk menjadi ramah kepada SIAPAPUN tamu hotel.
Beruntungnya saya, ayah saya sudah mengajarkan untuk menjadi orang yang ramah dan baik sejak awal saya bekerja. Saya bekerja sambil kuliah waktu itu dan itu berkesan sekali karena saya bekerja sebagai daily worker dimana gaji saya tidak penuh namun tanggung jawab saya besar (saya menjadi kasir juga).
All of your advice in ask fm also helpful for me 🙂
Thanks, om.
Hi Juliana, terima kasih ya komennya. ☺
simple but touchy, tulisan yang manis om *usirin semut*
mudah2an dedikasi saya bisa kaya mereka..
kayak dosen/guru. udah jelasin berkali-kali, mahasiswa ga ngerti, atau pura-pura ngerti. udah nyinyir banget sama mahasiswa kalau ga ngerti juga, tanya. pas dikasih tes/tugas ga bisa ngerjain. rasanya sedih om.
Inspiring. Thank you 🙂
Saya masih heran, kenapa itu tabung mesin cuci lama bisa peyang (seperti kepala saya). Itu dipakai untuk mencuci apaaah?
Duh….ini tamparan buat gue yang kerja di ahensi nih….how can we work with heart and passion…
Electronic City atau Electronic Solution Om?
Maap, kebiasaan jadi editor jadi-jadian di kerjaan hehehe
Oh, jadi gak boleh ya nyuci ubi pake mesin cuci?
saya setuju banget om piring, klo punya kerjaan sama dengan passion dan hati kayaknya sih kerja bakal seperti bermain. bahasanya manis dan enak dicerna kayak ubi yang dicuci di mesin cucinya nih..hehehe