One Week Affair With A Smartwatch (Review Awam Gear S2)

Saya menyukai dunia jam tangan.

Sejak kecil saya mengenakan jam tangan. Entah kenapa saya agak terobsesi dengan mengetahui waktu. Mungkin karena sedari kecil saya mempunyai ayah yang sangat terobsesi dengan ketepatan waktu (punctuality). Yang pasti, mungkin sejak SMP saya tidak akan meninggalkan rumah tanpa jam tangan.

Dari ketergantungan yang sifatnya fungsional, saat dewasa saya menjadi bertambah minat untuk mendalami berbagai merek dan model jam yang terkenal. Awalnya adalah ketika mantan bos saya mengajarkan bahwa pria yang sudah dewasa harus serius soal jam tangannya. Karena saat itu di usia 30-an masih memakai jam Casio dengan bahan resin ke meeting penting dengan klien direktur rasanya kurang pantas. Dari sekedar mencari-cari jam cowok yang “serius”, akhirnya jadi jatuh cinta beneran dengan dunia jam cowok dan segala cerita, sejarah, dan inovasinya – khususnya jam mekanikal.

Tetapi saat ini, rasanya jam tangan mulai perlahan kehilangan relevansinya. Saya melihat orang-orang di sekitar di kantor, apalagi Generasi Millenial (lahir tahun 1980-2000), mulai tidak mengenakan jam tangan. Saat ditanya alasannya, jawabnya, “Kan ada di hape?”

Call me an old soul, but to me a watch is a watch. Jam tangan tidak bisa digantikan oleh jam di hape. Selain ekspresi kepribadian, bagi saya kemampuan mengetahui waktu kapanpun, dengan cukup melirik tangan, tanpa harus merogoh kantong mencari hape, adalah sebuah keharusan. Never trust a man who does not wear a watch. Kalau pria ini tidak bisa mengetahui waktu kapanpun dan di manapun, bagaimana kita bisa berharap dia bisa menepati waktu? Apalagi menepati janji? Tsah, lebay gila….Tapi, seriously girls, carilah gebetan yang minimal memakai jam tangan. Artinya dia mungkin pandai membagi waktu antara kamu dan gebetan2nya. Dan pacar resminya. Eh.

Enter The Smartwatch…..

Waktu smartwatch mulai marak, jujur saya tidak tertarik. Selain kecenderungan saya yang menyukai jam mekanikal (untuk alasan-alasan yang bisa butuh satu blog sendiri menjelaskannya. Tapi artikel ini mungkin bisa membantu: “Why Mechanical Watches Are Cool“), awalnya bagi saya smartwatch adalah sesuatu yang memalukan. Smartwatch2 yang populer bentuknya “Eeewww!”, mengingatkan saya pad Ben 10. Pokoknya sesuatu yang hanya cocok dipakai anak SD, atau nerd jomblo abadi. Apple Watch? Blah. Selain saya malu memakai merek Apple, bentuk Apple Watch pun tidak menarik. Terlalu berusaha terlihat seperti smartwatch. So, selama 2 tahun terakhir ini konsep smartwatch tidak menarik sama sekali bagi saya. Sampai suatu hari, saya melihat gambar ini di internet:

samsung_gear_s2

Source: gizmodo.com.au

HOLY SHIT. Jam apaan nih yang di sebelah kiri dan kanan? Ini smartwatch? Kok CAKEP AMAT. Dan bagi saya dia cakep karena justru TIDAK TERLIHAT SEPERTI “SMARTWATCH”. Dari jauh, modelnya seperti jam klasik biasa, apalagi dengan bezel bergerigi. Belakangan saya mengetahui bahwa ini adalah smartwatch baru dari Samsung, yaitu Gear S2 Classic (yang tengah yang mirip Swatch itu seri “Sporty”).

Finally, sebuah smartwatch yang tidak terlihat seperti jam Ben 10. Sebuah smartwatch yang tidak alay seperti Apple Watch, yang terlihat didesain untuk pria dewasa. Dan untuk pertama kalinya saya peduli dengan konsep smartwatch. Usut punya usut, Gear S2 ini menerima banyak pujian di tech blogs, karena desainnya dan interface-nya yang dianggap jenius, karena menggunakan bezel yang cukup diputar-putar untuk memilih menu.

Jadi ketika ada penawaran preorder untuk Samsung Gear S2 di Indonesia, dengan potongan harga dahsyat PLUS bonus l leather strap tambahan, saya tidak bisa menahan godaan dan rasa penasaran saya. Tanpa sepengetahuan istri, saya pun ikut memesan. Dan seminggu lalu, akhirnya Gear S2 mendarat di tangan saya, dan “dinikahkan” (pairing) dengan Samsung Galaxy Note 5 saya.

Seminggu sudah berlalu. Apakah saya akhirnya bergabung dengan trend smartwatch? Apakah saya akhirnya berubah pikiran?

WellI have good news and bad news.

Mari mulai dengan good news dari pengalaman saya memakai Gear S2 selama seminggu. Sekalian menjadi review awam saya. Seperti biasa, karena ini review awam, jangan terlalu berharap bahasan spec yang mendetail ya. Untuk itu cukup banyak sumber lain di internet.

The Set Up

Saat pertama kali mengaktifkan Gear S2, maka pembeli harus menginstall app Gear Manager yang tersedia di Google Play. Begitu Gear Manager digunakan, maka akan terjadi sync otomatis dengan Gear S2 menggunakan Bluetooth. Aplikasi Gear Manager juga segera menentukan apakah perlu mendownload dan menginstall software upgrade terbaru untuk si Gear S2 ini. Oh iya, agar optimal, Gear S2 memerlukan fitur Bluetooth smarthone kita tetap aktif agar selalu synchronized.

Screenshot_2015-12-27-14-50-44

Di Gear Manager kita memiliki kontrol penuh atas Gear S2. Kita bisa mengeset notifications: apps apa saja di hape kita yang kita ijinkan mengirimkan notifikasi ke Gear S2. Kita juga bisa mengganti dan mengcustomize tampilah dial (muka) dari Gear S2 kita, dan juga mendownload dial-dial desain baru dari Samsung App Store.

The Design

20151224_065011.jpg

Samsung Gear S2 Classic ini bener2 ganteng. Diameter 42 mm membuatnya berukuran “standar”, yang artinya relatif cocok untuk semua tangan. Apalagi tangan orang Asia/Indonesia yang biasanya kecil. Seri Classic bener-bener terlihat seperti jam konvensional, bahkan dengan kemampuan bergonta-ganti strap layaknya jam biasa. Bodynya dari stainless steel mengkilap yang kokoh dengan kaca Gorilla Glass 3 yang tahan baret. Dan yang paling penting, dari jauh Gear S2 Classic terlihat seperti jam biasa.

Ketebalan Gear S2 bagi saya “sedang”. Dia tidak tipis, tentunya untuk bisa mengakomodir mesin di dalamnya. Tetapi yang pasti Gear S2 tidak bisa dibilang terlalu tebal sampai mengganggu. Bobotnya juga cukup ringan bagi saya.DSC_0058

 

 

 

Di bagian belakang tampak sensor yang saya duga untuk mengukur detak jantung.

20151224_065222-1.jpg

Sewaktu preorder, saya sempat melakukan “kesalahan”. Saya tidak tahu bahwa saat memesan saya bisa menentukan warna leather strap yang menjadi bonus (untuk strap standar aslinya adalah black leather/warna hitam). Ternyata ada pilihan warna grey atau brown untuk strap bonus. Ternyata tanpa sadar saya memilih grey (abu-abu). Saya sedikit kecewa waktu menyadari hal ini di tempat pick-up preorder. TADINYA saya pikir saya akan menyukai leather coklat. Tetapi ternyata saat saya mengambil si bonus grey strap dan memasangnya ke Gear S2, saya tidak menyesal sama sekali. Warna grey strapnya bagus sekali, tidak umum, dan bisa mudah di-mix and match dengan baju yang dipakai.

The Display

20151224_103016.jpg

Kelebihan Samsung sebagai produsen gadget bagi saya adalah karena mereka memiliki pengalaman banyak sekali dalam membuat TV. Teknologi display AMOLED dari Samsung adalah yang terbaik yang digunakan di smartphone bagi saya, dan teknologi yang sama digunakan di Gear S2. Display sangat terang dan tajam. Keunggulan AMOLED adalah warna hitam yang “benar2 hitam”. Hal ini menyebabkan beberapa pilihan desain dial/muka analog terlihat sangat realistis, sekilas hampir seperti jam jarum biasa.

Teks sangat jelas terbaca, hal ini karena pixel per inch yang sangat tinggi. Jadi kalo ada pesan teks atau cuplikan artikel, bisa dibaca dengan jelas. Gear S2 juga menyesuaian diri saat berada di outdoor, sehingga display tetap terbaca jelas bahkan saat kondisi terang di luar ruangan.

The Experience

Secara user experience, maka keunggulan Gear S2 adalah penggunaan bezel untuk navigasi. Memilih menu cukup denga memutar bezel dan kombinasi tap pada layar. Kita bisa saja memilih alternatif swiping, tapi percayalah, memakai bezel terasa lebih intuitif dan fun. Sebagai bayangan memakai bezel Gear S2, bisa dilihat di iklan aslinya dari Korea.

Well, bisa ngapain aja sih smartwatch yang satu ini? Pendeknya, Gear S2 ini adalah extension dari smartphone kita. Jika ada telepon masuk, maka Gear S2 akan bergetar dan menunjukkan identitas penelpon, dan juga bisa diangkat (walaupun percakapan harus menggunakan handsfree atau di hape-nya langsung karena Gear S2 tidak memiliki speaker dan mic). Email yang masuk ke hape kita bisa dibaca di sini. Pesan2 yang masuk ke WhatsApp atau Line bisa diintip dulu di jam, dan bahkan bisa dibalas menggunakan emoji! Membalas mengetik juga bisa, melalui T9 keyboard (itu loh, keyboard jaman Nokia jadul, yang 1 tombol untuk 3 huruf: ABC-DEF-GHI, dst). Kalau kita pikir sulit mengetik di layar jam yang kecil, saya sudah mencobanya, dan ternyata it’s not that hard. Toh kalau kita memilih membalas pesan di smartwatch pasti karena ingin menjawab pendek saja. Jika ingin membalas panjang beresay-esay, ya silahkan pake hape aja tho?

emoji_Main.jpg

Source: news.samsung.com

Gear S2 juga memberikan update calendar sesuai dengan skedul yang di-sync dengan calendar hape kita. Ada juga fitur menghitung langkah, untuk mengetahui apakah kita sudah cukup banyak berjalan hari ini (konon yang sehat itu setiap hari berjalan 10,000 langkah cuy). Ada juga fitur pengukur detak jantung, siapa tahu deg2an mau ketemu calon mertua, bisa diukur dulu pake Gear S2. Gear S2 juga bisa menjadi pengendali music player hape kita, atau kita bisa mengisi lagu langsung di dalamnya karena ada kapasitas storage sebesar 4 GB.

Beberapa app “bawaan” Gear S2 adalah Nike app untuk yang suka olahraga lari. Ada juga widget Flipboard untuk update berita terbaru sesuai jenis berita yang kita pilih (sports, news, science, entertaiment, etc.) Yang menarik adalah widget ini seperti memberi teaser berita singkat. Jika kita tertarik membaca lebih lanjut, cukup tap “Show on Phone”. Begitu kita mengambil hape kita, eh artikel full-nya sudah nampang di layar hape.

Ada juga app Map. Tetapi sayangnya ini bukan Google Maps, tetapi dari app Here. Petanya tidak sebagus Google Maps untuk saya, dan cukup lama untuk menentukan posisi kita. Tetapi sekedar alat bantu untuk orientasi arah, ya lumayan saja.

Gear S2 bisa diatur untuk bergetar saat ada notifikasi masuk, dan seberapa kencang getarannya bisa diatur oleh kita, tergantung seberapa badak kulit kita.

OS Tizen

Gear S2 tidak menggunakan OS Android Wear yang umum digunakan smartwatch2 lain yang non-iOS, tetapi menggunakan OS sendiri yang dikembangkan oleh Samsung, namanya “Tizen”. Keunggulan Tizen ini tentunya adalah bisa memanfaatkan bezel putar dari Gear S2, sehingga menu juga disajikan melingkar (circular). Kelemahannya adalah jumlah aplikasi yang masih sedikit sekali, sementara Android Wear yang didukung ekosistem Android yang sudah matang tentunya mempunyai lebih banyak aplikasi untuk smartwatch.

_20151227_150659

Sejujurnya, saya tidak melihat kebutuhan untuk punya banyak apps, selain yang sudah di-support oleh Gear S2. Hal ini karena saya menginginkan interaksi dengan smartwatch yang secukupnya saja, karena device utama saya tetaplah si smartphone saya. Notifikasi semua app dan calendar yang sering saya gunakan rasanya sudah cukup. News update dan monitor detak jantung adalah bonus yang sangat cukup bagi saya. Kalau saya ingin menghabiskan waktu lebih lama memainkan banyak apps di gadget, rasanya mendingan di hape yang layarnya lebih besar gak sih?

The Battery

Kalo baca-baca review smartwatch model-model lain, baterai seringkali menjadi pertanyaan utama. Ngerti sih, karena apa point-nya punya jam pintar yang sudah mati jam 8 malam, ketika kita bahkan baru siap2 untuk pergaulan sesudah kerja seharian di kantor. Bagaimana Gear S2?

Bagi saya, endurance baterai Gear S2 sangat memuaskan. Pengalaman saya, dari keadaan baterai 100% sampai habis total memerlukan waktu 30 jam! Ini artinya selembur2nya kita, Gear S2 setia menemani kita dari berangkat kantor sampai pulang jam 4 pagi. Gear S2-nya sih selamet, gak tau deh yang pake ketika disambut istri….

Artinya, charging dock Gear S2 tidak perlu dibawa2 seperti lazimnya kita membawa charger hape, cukup ditinggal di rumah. Gear S2 cukup dicharge saat kita tidur dan besoknya dijamin cukup menemani kita seharian beraktivitas.

Charger Gear S2 unik karena menggunakan wireless technology. Chargernya berbentuk semacam dock dengan magnet. Cukup tempelkan Gear S2 ke dock dan langsung proses charge terjadi. Saat lampu indikator berubah hijau artinya Gear S2 sudah fully charged, dan jam cukup ditarik dari dock.

20151226_201756

So, how does smartwatch really work?

Jadi bagaimana pendapat saya mengenai smartwatch secara keseluruhan?

Kalau menggunakan analogi: jika smartphone kita adalah ruangan direktur, maka smartwatch adalah si “sekretaris galak” yang duduk di luar ruangan direktur. Saya melihat smartwatch pertama-tama sebagai gerbang terhadap smartphone kita. Maksudnya begini.

Tanpa smartwatch, maka praktis semua notifikasi harus dicek di hape kita. Seringkali, situasinya mungkin tidak ideal untuk memegang hape. Mungkin kamu lagi meeting penting yang intens dan tidak sopan untuk main hape. Mungkin kita sedang ngobrol dengan keluarga besar, yang juga tidak sopan jika kita tiba-tiba bermain hape. Atau kita berada di sebuah angkutan umum yang penuh sesak. Smartwatch bagaikan sekretaris yang terlebih dahulu memberitahu kita ada siapa atau apa saja yang meminta perhatian kita. Jika ternyata tidak penting, kita cukup membaca di smartwatch, dan tidak perlu melakukan apa-apa. Tetapi jika ada hal yang urgent, barulah kita mengambil smartphone kita untuk melakukan tindakan lebih lanjut.

Dengan analogi “sekretaris direktur yang galak” ini, maka seharusnya smartwatch bisa membantu kita lebih efisien menggunakan smartphone. Kita bisa disiplin memilih hanya app esensial saja yang boleh memberi notifikasi di jam pintar. Tentunya, jika kita memilih SEMUA app kita untuk sync dengan smartwatch kita, ya sama juga bohong. Dikit-dikit smartwatch kita akan mengganggu kita dengan komen2 FB yang gak penting….

Jadi, apakah akhirnya saya mulai tertarik dengan konsep smartwatch? Jawabnya adalah…..

NGGAK TUH.

Saya masih lebih menyukai jam konvensional mekanikal yang “jadul”, tapi menurut saya lebih keren

And here are the bad news that makes me still not interested to switch to smartwatch.

Tidak bisa “dilirik”.

Display Gear S2 tidak menyala terus-terusan. Display baru aktif saat sensor merasakan bahwa kita sedang mengangkat pergelangan tangan untuk mengecek waktu. Di semua posisi lain, Gear S2 akan padam, untuk menghemat baterai.

Di sini lah jam konvensional masih lebih superior. Saya bisa “ngintip” jam tangan saya dalam posisi tangan apapun. Selain itu, smartwatch jadinya terkesan “egois”, karena tidak bisa dilihat oleh orang lain dari posisi yang tidak sesuai.

Memang Gear S2 menyediakan opsi “always on”. Dengan opsi ini, saat jam tidak berada di posisi “dilihat”, dial jam menunjukkan jarum jam dan menit yang minimalis sehingga tetap bisa diintip atau dilihat orang lain.

_20151227_151055

Dengan opsi “always on” , jarum jam dan menit terus menyala

Problemnya dengan fitur “always on” ini adalah, praktis daya tahan baterai langsung drop. Dalam percobaan, baterai jam sudah tersisa sekitar 20% saat baru jam 7 malam (kondisi full saat pagi jam 8). Dengan “always on”, ada resiko pengguna yang lembur sampai malam dan tidak membawa chargernya akan kehabisan baterai sebelum tengah malam. Praktis fitur “always on” ini tidak bisa menjadi solusi.

Di sinilah saya lebih menyukai jam mekanikal (baik automatic maupun manual wind). Saya menginginkan jam yang saya tahu akan terus bekerja sepanjang aktivitas saya, tanpa harus khawatir mencari chargerpower bank, atau colokan. Jam pria sejati rasanya harus selalu siap menghadapi berbagai situasi tanpa khawatir kehabisan baterai. Bayangkan skenario-skenario yang mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita:

  • Terjadi zombie outbreak saat kita ketinggalan charging dock di rumah. Kita tidak bisa pulang padahal zombie sudah memenuhi jalan. Matilah jam kita.
  • Simpanse mengalami mutasi genetik, menjadi pintar, dan menguasai Gedung Putih dan gedung DPR. Peradaban hancur dan listrik padam karena instalasi listrik dikuasai simpanse. Matilah jam kita.

Dengan membayangkan skenario sangat mungkin di atas, maka saya memilih memakai jam mekanikal saja. Dalam keadaan serbuan zombie, saya tahu saya tetap bisa meeting klien tepat waktu.

20151227_163903-01

Dalam situasi zombie outbreak atau simpanse menguasai parlemen, saya akan memilih Seiko Sumo (kanan)

Tidak bandel

Setahu saya belum ada smartwatch yang cukup tangguh untuk dibawa berenang, apalagi diving. Gear S2 memiliki IP rating 68, artinya tahan debu dan air kedalaman 1.5 meter selama 30 menit. Tapi ini lebih dimaksudkan di dalam situasi “tidak sengaja”, seperti kehujanan, atau jam dilempar pacar ke kolam lele karena emoji cium dari cewek lain masuk ke jam itu.

Di sini, jam mekanikal diver dengan ketahanan air minimal 100 meter jelas lebih tangguh dan lebih bisa dibawa ke mana-mana, termasuk berlibur ke pantai. Saya masih merasa smartwatch sebagai sebuah gadget ringkih yang tidak bisa diajak ke semua aktivitas kita.

Selain itu, smartwatch yang full electronic juga rentan serangan alien. Jika alien menyerang bumi, ada kemungkinan mereka melumpuhkan semua elektronik manusia dengan senjata EMP (Electromagnetic Pulsa) yang akan merusak semua sirkuit elektronik. Jam mekanikal tidak akan terpengaruh serangan ini. Lagi2, dalam situasi serangan alien, jam mekanikal akan unggul dan bertahan hidup.

Tidak cukup “sexy”.

Ini adalah preferensi subyektif saya. Tapi sesudah seminggu memakai smartwatch, saya masih merasa jam mekanikal jauh lebih sexy. Saya masih menyukai jarum jam dan menit yang real, yang bisa mengkilat terkena cahaya matahari. Somehow jarum jam yang dibentuk secara digital terasa artificial (dan saya tidak suka format digital).

Saya menyukai suara mesin jam mekanikal yang khas berdetak cepat. Atau ayunan pendulum jam automatic. Atau gerakan jarum detik yang menyapu khas jam mekanikal. Semua sentuhan “old school” ini justru lebih sexy karena terasa lebih “otentik” – sebuah jam yang semua gerakannya datang dari interaksi ratusan parts yang bisa dilihat, bukan dari kode binary dan arus listrik.

Tidak tahan lama.

Dugaan saya, smartwatch akan sama seperti smartphone. Softwarenya harus selalu diupgrade, dan batasan upgrade ini adalah hardware. Prosesor akan selalu bertambah, memory akan bertambah, dan fitur dan sensor akan bertambah. Semua snartwatch yang diluncurkan tahun 2016 mungkin akan menjadi usang di tahun 2018.

Tidak demikian halnya dengan jam mekanikal. Sebuah jam mekanikal bisa tetap berfungsi selama 10 tahun, bahkan lebih jika dirawat teratur. Tidak perlu khawatir software upgrade atau prosesor yang sudah tidak memadai lagi.

Kesimpulan

Jadi, apa kesimpulan saya mengenai Samsung Gear S2?

Gear S2 adalah sebuah smartwatch yang bagus. Design dewasa dan elegan (seri Classic), interface yang brilyan, layar mumpuni, dan baterai tahan lama. Jika kamu berminat akan smartwatch, maka Gear S2 layak dipertimbangkan.

Tapi bagi saya smartwatch tidak bisa menjadi “jam utama”. Gear S2 menarik sebagai novelty factor, cocok untuk situasi2 tertentu, tapi tidak bisa menjadi jam utama. Misalnya saat weekend, atau saat-saat di mana hape mungkin sulit dijangkau (misalnya meeting atau workshop full day). Yang pasti, di situasi atau hari-hari di mana kita tahu pasti kita akan pulang saat malam karena smartwatch perlu dicharge setiap malam.

Samsung Gear S2 cocok bagi mereka yang sekarang masih membeli jam-jam fashion seperti Daniel Wellington. Daripada membeli jam fashion gak penting yang juga hanya bersifat trend2an, masih lebih baik memakai smartwatch, minimal masih ada gunanya untuk membantu konektivitas dan produktivitas.

Saya sendiri masih akan mengandalkan jam mekanikal , karena kita tidak pernah tau pasti kapan zombie, simpanse, atau aliens akan berusaha menguasai kita. Yeah!

Trims atas perhatiannya! 😀

Jangan lewatkan:

Review Awam Samsung Galaxy S7 Edge

Review Awam LG V20, “The Beast” 

8 Comments »

  1. Keren seperti biasa Om Phoenix, review awamnya. Jadi kesimpulan sederhanya jam ini cocok jomblo yang saban hari kerjaannya meeting dan supaya tampak kekinian. Nah, jam lelaki sejatinya sama dengan punyaku, Om, Seiko. Hehe …

  2. “Samsung Gear S2 cocok bagi mereka yang sekarang masih membeli jam-jam fashion seperti Daniel Wellington” fiuuuh… untung bukan postingan berbayar ya Om 😀

  3. Yaaak akhirnya..thanks review awam nya..
    Awalnya saya sempat mikir pengen beli ini smartwatch…cm krn saya kurang smart jd saya cari2 dl siapa tau ada review pengalaman yg pernah pake ini jam..dan setuju klo ini jam cm bs bertahan paling 3 thn-an dibanding jam saya yg dr thn 2000 ampe skrg msh terus d pake dan tetep ok..hehehe

  4. saya mesem2 sendiri baca artikel nya, gila… penyajian penjelasan video lagi booming mash aja tulisan panjang gini saya baca…
    kerennnnn….

Leave a comment