13 Reasons Why dan Pikiran Bunuh Diri
Jadi di long weekend ini, gw memutuskan menonton seri 13 Reasons Why yang lagi heboh (GW BELOM KELAR NONTON JANGAN SPOILER!). Menurut gw cukup heboh karena sudah jadi berita di luar negeri, di mana serial ini diprotes oleh para kesehatan jiwa karena dianggap mentenarkan bunuh diri di usia remaja. Premis serial ini memang mengenai seorang remaja perempuan bernama Hannah Baker yang bunuh diri, dan kemudian meninggalkan 13 kaset (KASET, bukan CD ato flashdisk – eat THAT Millennials dan Gen-Z!) yang menjelaskan alasan dia mengakhiri hidupnya.

Sumber: SpoilerTV
Terlepas dari polemik itu, so far gw menikmati serial ini karena tokoh2 yang brilyan, dialog sarkastis dan sinis yang gw suka banget, dan plot yang cukup ‘megang’ dan bikin penasaran. Seri ini seperti gabungan teen drama dan mystery plus crime.
Ada kebetulan yang bersifat pribadi buat gw, karena baru bulan lalu gw melakukan survei terbuka di Twitter. Dalam keadaan macet pagi nan durjana, gw kepikiran melakukan survei mengenai suicidal thought, atau pikiran untuk bunuh diri. Gw pikir sifat survei anonim bisa membuat orang lebih mau jujur. Ini persisnya pertanyaan yang gw lontarkan (memang dalam bahasa Inggris):
Have you ever had suicidal thoughts?
- Quite often lately (cukup sering akhir2 ini)
- Sometimes, regularly (kadang2, cukup teratur)
- Perhaps once or twice (mungkin sekali, dua kali saja)
- Never (tidak pernah)
Survei dibuka selama 24 jam, dan mendapatkan 1,681 respon. Seribu enam ratus delapan puluh satu respon dalam 24 jam. Wow…..
Anyway, saat survei ditutup, inilah hasilnya:
Sebelum gw melanjutkan membahas soal survei ini, ada beberapa catatan disclaimer nih:
- Ini bukan survei dengan desain yang ketat secara standar akademis. Ini hanya survei dari orang awam di media sosial. Jadi jangan disamakan dengan penelitian resmi fakultas psikologi Universitas Badak Kayang, misalnya.
- Sampel lebih dari 1,600 orang terkesan besar, tapi TIDAK MENJAMIN representativeness dari hasil. Maksudnya, hasilnya tidak bisa diinterpretasi sebagai mewakili gambaran masyarakat umum. Hasil ini hanya berlaku untuk mereka yang mengikuti survei ini saja. Jelas gak sih? Kalo jelas makanya ambil MK Statistik dong di kampus.
- Survei dilakukan menggunakan bahasa Inggris. Bisa saja ada yang gak mengerti apa itu “suicidal thoughts” (atau pilihan2 jawabannya) tapi maksa ikutan ngejawab, dan hasilnya jadi ngawur. Gw sih merasa sudah menggunakan Bahasa Inggris sederhana, tapi ya secara waktu itu pernah ada yang gak jadi makan cup noodle gara2 ada tulisan “Fork Inside” (dikira mengandung babi), hey, you will never know…..
Nah, jadi bagaimana soal hasilnya?
Mari kita mulai dari yang memilih TIDAK PERNAH punya pikiran bunuh diri. Dengan 34% jawaban, mereka justru masuk golongan minoritas (bahkan Ahok – HALAH MASIH NYAMBUNG AJA NYET – lebih banyak mendapat pemilih dari mereka yang mengaku tidak pernah punya pikiran bunuh diri). Artinya 2 dari 3 responden termasuk pernah punya pikiran bunuh diri.
Mengejutkan? Tapi inget ya disclaimer di atas, hasil ini hanya menjelaskan kondisi peserta survei, bukan gambaran publik umum. Artinya ada kemungkinan2 seperti berikut:
- Mereka yang follow akun gw @newsplatter di Twitter dari sononya memang punya tendensi suicidal (kenapa jadi follow gw….), atau…
- Mereka yang follow akun gw @newsplatter di Twitter awalnya baik2 saja, sesudah mem-follow gw malah jadi punya suicidal thoughts….
Sesudah gw memberikan dua alternatif penjelasan di atas (yang gak enak buat gw), barulah gw lanjut dengan asumsi bahwa follower gw orang baik2/biasa saja….
So, what can I learn here? Apparently, suicidal thought is more common than I thought. Awalnya gw menyangka mereka yang menjawab “never” akan menjadi mayoritas, dan di sinilah gw kaget. 2 dari 3 sampel mengaku minimal pernah punya pikiran bunuh diri.
Ketika kita tilik lebih dalam kelompok ini, 44% termasuk dalam kelompok “pernah aja, sekali-dua kali”. 14% memilih “kadang-kadang, teratur”. Dan 9% mengaku memiliki suicidal thoughts cukup sering akhir2 ini. 9% bukan angka kecil (artinya hampir 1 dari 10 orang di sampel). Untuk siapapun kamu yang memilih jawaban ini dengan jujur, please seek help, talk to somone.
Gimana gw menyikapi survei ini? Apakah gw menyikapinya sebagai temuan yang depressing dan kelam? Nggak sih. Justru gw mau menginterpretasi temuan ini secara positif. Pikiran bunuh diri (bisa disebabkan oleh kesedihan mendalam, putus cinta, masalah keluarga, keuangan, apapun itu) mungkin ternyata tidak selangka itu, dan pernah/sedang menerpa orang-orang di sekitar kita. Bahkan mungkin mereka yang kita pikir hidupnya sempurna baik2 saja. Bagi kita yang sedang memiliki suicidal thoughts, kita mungkin mengira kitalah orang dalam keadaan tersulit di dunia. Sampai kita menyadari a lot of other people are also in shitty situations, probably worse. Ada banyak orang lain yang merasakan hal sama, bahkan mungkin problemnya lebih berat dari kita.
Selain itu, bedakan pikiran untuk bunuh diri dan benar-benar melakukannya (actually doing it). 66% pernah/sedang punya pikiran bunuh diri, tapi tidak mereka semua akhirnya melakukannya. Punya pikiran bunuh diri jauh lebih jamak dibandingkan tindakannya sendiri, kalau dilihat dari hasil survei ini. Artinya, hampir kita semua toh akhirnya tidak pernah melanjutkan pikiran tersebut menjadi tindakan, apapun alasannya (jiper sendiri, takut masuk neraka, tidak tega menyusahkan keluarga, dll.)
Implikasi lain untuk kita yang sedang dalam situasi baik2 dan happy joy-joy. Coba sedikit sensitif terhadap orang sekitar kita. Mungkin saja teman/kolega kita terlihat baik-baik saja, dengan foto2 selfie yang indah2 saja, tetapi di dalamnya siapa tahu mereka sedang menghadapi badai batin yang dahsyat. You may be that difference that can make him/her feel better. Or even prevent suicide.
Itu aja sih, sharing gw hari ini. Kebetulan jadi inget gara2 nonton 13 Reasons Why. Sekali lagi, dilarang terlalu serius membaca hasil survei ini karena ini hanya survei awam pribadi. Lebih baik nantikan penelitian resmi Fakultas Psikologi Universitas Badak Kayang, kalau ada. (Dan kayaknya ada sih, penelitiannya, bukan Universitas Badak Kayang-nya. Masak gak ada yang pernah meneliti topik sulit seperti ini?)
(Sungguh topik yang mencerahkan untuk ditulis di Minggu pagi nan cerah ini, Om Pir…..)
PS: Yang spoiler ending 13 Reasons Why akan gw block!!
Categories: human behavior, Random Insight, Review
Kak aku selalu suka tulisan-tulisanmu π
Tolong terus nge blog.
Yang jujur dan lucu kaya gini
Saya juga suka nulis tapi ga sebagus tulisan kakak..
Dan di hari Kartini kemarin saya nulis blog berdasarkan ulasan di buku kakak, “The Alpha Girl’s Guide”
Bukunya bagus banget kak!
Sukak pakek banget hehehehe
Anyway makasi ya kak sudah bikin saya senyum-senyum di hari Minggu
Happy Sunday
Akhir-akhir ini suka binge-reading blog kakak dan suka banget tulisannya. Keep on writing yang serius serius nyeleneh gini ya kak, terus klo udah beres nonton 13 reasons why-nya, tolong diulas juga ehehee terimakasih kak
Nonton big little lies deh. Tema yg diangkat juga bagus dan pemainnya bintang semua πππππ
“Bagi kita yang sedang memiliki suicidal thoughts, kita mungkin mengira kitalah orang dalam keadaan tersulit di dunia. Sampai kita menyadari a lot of other people are also in shitty situations, probably worse. Ada banyak orang lain yang merasakan hal sama, bahkan mungkin problemnya lebih berat dari kita.”
I dont know about people, Om. But as for me, when the episodes kick in, It doesn’t matter that a lot of people is in worse situations than me. I know very well people got it worse but it doesn’t help make me feel better about myself. The thoughts tend to eats me alive and sometimes its not about the situation. It’s about what we stand against the situation. Makanya aku cukup setuju sih sama kontroversi serial ini. Karena ketika dalam lowest episodes, kadang2 kita memang mencari alasan to actually do it.
Judulnya misleading banget ya, kirain bakal ngomongin pengaruh nonton 13 Reasons Why hahaha. Anyway, great writing as usual! Makes it feels less lonely for some of us who have gone through suicidal thoughts. Also, very important: ketika dengerin temen yang lagi curhat, jangan pernah melontarkan kata-kata kayak “A lot of people have it worse than you.” While it may be true, that makes us sound like we don’t care about how they feel. Perasaan orang itu valid kok, under any circumstances. Tugas kita adalah dengerin mereka sampai mereka siap untuk menyelesaikan masalah mereka. That’s my two cents, anyway. π
I just finished the series! It’s good, and based on true stories.. (there are tape recordings on youtube, they said it’s from the real hannah baker) but really, 13 reasons why could start a new, scary trend among teens. I often have that thought since I never fit in and the world is pretty messed up, so I’m just tired. ANYWAY, thanks for the little research..at least it makes some people realise that there are people like us in the real world.
sbenernya film bergenre gini bisa nimbulin hal2 ngeatif atau nggak ya?
Hai om piring.. ngomong2 tentang suicidal thought, tema world health day tahun ini dari WHO “depression: let’s talk”. Emang masalah2 mental illness belum dapat porsi perhatian besar sih, orang banyak yg ga ngeh klo gangguan mental dan kejiwaan itu penyakit juga, bukan hanya fisik yang bisa sakit. belum lagi stigma masyarakat.. jadi serial ky 13 reasons why itu bisa juga jd pembuka mata juga sih bahwa hannah baker itu sebenernya sakit. Dan kalau dia mendapat pertolongan.. mgkn ga akan jadi cerita serial ini. Cara nolongnya yang paling mudah ya ajak bicara, dan dengarkan. You might save someone’s life. So thank you for sharing and writing this.
yaaahh om piring padahal mau nunggu review seri-nya si 13 reason why ini π
penasaran sama season 2 nya..
Penasaran season 2-nya euy