Laporan Survei Khawatir Nasional 2018
Survei Khawatir Nasional 2018 usai sudah. Terima kasih untuk antusiasmenya yang luar biasa. Partisipasi survei ini memecahkan rekor semua Survei @newsplatter dengan jumlah responden 3.634! Survei ini dibuka 11-18 November, dan dipublikasikan melalui akun Twitter @newsplatter.
Mungkin ada yang bertanya, ngapain gw bikin Survei Khawatir Nasional ini? Yang pertama, tentunya iseng. Sudah lama sekali #SurveiNewsplatter tidak ada, selain karena kesibukan, juga karena belom ada topik yang pas. Tetapi akhir2 ini dengan suhu politik yang memanas, kondisi sosial yang sering diberitakan secara negatif di media, membuat gw mikir, sebenarnya orang2 merasa khawatir gak ya.
Survei Khawatir Nasional ini selain mengukur kekhawatiran responden secara umum, juga dalam beberapa aspek hidup yang mungkin relevan: sekolah, relationship, jalan-raya, sosial politik, dan ekonomi. Di akhir survei juga akan ada perbandingan kekhawatiran antara pria vs. wanita, mereka yang mengaku “relijius” vs. mereka yang mengaku “agnostik/atheis”, dan mereka yang heteroseksual dan bukan (gay/lesbian).
Disclaimer soal representativeness: bagi yang ilmu statistik-nya udah mumpuni, bisa di-skip. Begitu juga yang udah sering baca laporan survei2 @newsplatter. Di sini gw mau mengingatkan bahwa hasil survei ini tidak dijamin mewakili (represent) opini masyarakat umum, mengingat survei disebar terutama melalui akun social media gw pribadi. Di sini ada resiko bias, di mana profil follower gw mungkin tidak mewakili keadaan masayarakat umum. Ilustrasi gampang: kalo gw bikin survei makanan favorit (dengan pilihan makanan Padang, Sunda, Jawa, Manado), hasilnya tidak “representatif” jika survei hanya disebarkan di jaringan RM Sederhana. Jelas dong? Itu sebabnya disclaimer ini penting. Laporan Survei Khawatir ini yang hanya menjelaskan para responden survei ini, dan bukan masyarakat Indonesia umum.
Info penting: 72% responden Survei ini adalah wanita. Dan artinya hasil dari Laporan ini sudah bias cenderung ke wanita. Sebenarnya bisa saja efek ini dinetralkan dengan weighting balik agar sesuai dengan rasio pria/wanita yang lebih akurat, tapi…..gw males. Tapi tenang aja, karena analisa perbandingan pria vs. wanita disediakan di akhir kan.
Yak, kewajiban memberi disclaimer sudah, pasti sudah gak sabar dengan hasilnya.
Tingkat kekhawatiran secara umum
Survei dibuka dengan pertanyaan kekhawatiran secara umum: Seberapa tingkat kekhawatiran kamu akan hidupmu secara KESELURUHAN sekarang?
Kalau kita gabungkan “lumayan khawatir” dan “sangat khawatir”, kita mendapat 63% responden mengaku merasa khawatir dengan hidupnya secara keseluruhan. Bukan gambaran yang sangat menenangkan memang. Artinya hampir 2 dari 3 responden sebenarnya hidup dengan kekhawatiran yang cukup besar.
Dari sini, kita mulai menggali lebih dalam kekhawatiran per aspek hidup.
Kekhawatiran soal sekolah
26% responden mengaku masih bersekolah/melanjutkan studi. Bagaimana kekhawatiran mereka soal sekolah?
Lumayan/sangat khawatir “hanya” 53%, jadi hanya separuh responden yang sedang sekolah/studi lanjutan yang merasa khawatir. Untuk yang menjawab lumayan/sangat khawatir, apa sih yang dikhawatirkan?
“Tugas tidak lancar”, “bosan/motivasi”, dan “nilai jelek/tidak lulus” adalah 3 kekhawatiran tertinggi. Menariknya ada 9% yang mengkhawatirkan ajaran/gerakan radikal di sekolah/kampus. Apa saja yang ada di “lainnya”?
- Mau jadi apa setelah lulus
- I’m all alone and feeling like nobody is care with my emotion even my parents, it’s tiresome
- Dapet tawaran kerja tapi harus fulltime om, lah gimana kelanjutan kuliah saya coba :”) sementara di sisi lain juga lagi butuh banget biaya buat lanjut kuliah.. hm
- Apakah saya pacaran dengan orang yang tepat. (LAH INI LAGI PERTANYAAN TENTANG SEKOLAH MALAH BAPER SOAL PACAR…..)
- Masih minim pengalaman organisasi/kepanitiaan
- Anggapan orang kalo gue ambis, bucik, dll. Padahal IPK gue emang maksimal gara2 gue belajar. Kalo nyontek pun engga, soalnya gue yang biasanya ngasih jawaban ke orang lain. Hehehe. Terus, kekhawatiran lainnya tentang bakal dapet beasiswa atau ga buat lanjut spesialis/S3 (Masih aja ya mereka yang IPK bagus malah dikata2in…..)
- Koas, cari pasien susah banget (Coba cari yang baru nabrak tiang….)
- Tidak bermanfaat bagi masyarakat (Lah, kamu dong yang harus menentukan manfaatmu sendiri…..)
- Gua harus lanjut program profesi, tapi di kampus gua belum ada program profesi, jadi harus seleksi di kampus lain. Yang mana kuota untuk masuk mahasissa profesi dari univ lain itu pasti dikit ?? dan gua nggak tau mau ambil di univ mana
- Setelah lulus, profesi ini tidak menjanjikan dari segi penghasilan (terus kenapa dulu dipilih?)
- Gak pede untuk menghadapi dosen (Coba mandi dan pake deodoran)
- Masalah bahasa, karena saya studi dengan bahasa pengantar Spanyol, sementara saya masih dalam tahap belajar bahasa Spanyol. (Tidak ada yang lebih efektif soal belajar bahasa dari pacaran sama native speaker. Jadi pacaranlah sama Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo)
Kekhawatiran Soal Relationship
Topik favorit semua orang. Kira2 separuh (51%) responden mengaku ada di dalam sebuah relationship (pacaran/menikah/jadi selingkuhan). Bagaimana kekhawatiran mereka secara umum?
Good news! Agak khawatir/sangat2 khawatir hanya di level 30%, relatif rendah dibanding kekhawatiran overall tadi (63%). Bagi mereka yang khawatir/sangat khawatir soal relationship ini, apa sih yang dikhawatirkan?
Anjaaaay, ternyata kekhawatiran paling tinggi soal KEJELASAN!! Hampir separuh kekhawatiran di relationship adalah soal arah tujuan hubungan. “Lainnya” di tempat kedua, dan “hubungan hambar bagaikan mie udon” di posisi ketiga di 29% (makanya tambahin micin!). Khawatir pasangan selingkuh juga lumayan di 27%. Hubungan tak direstui orangtua juga lumayan di 24%. 12% masih belom move on dari mantan, pret banget.
Patut dicatat ada 11% di antara mereka yang khawatir/sangat khawatir soal relationship ini melaporkan pasangan abusive (fisik/mental/verbal). Untuk elo2 yang memilih ini, pikir baek2 deh apakah mau mempertahankan hubungan dengan yang orang yang ngerusak (bahkan bisa mencederai fisik) kesehatan kamu.
Apa sih isi “lainnya”?
- Pasangan lebih sering main game
- LDR MELELAHKAN OOOOM! HAYATI LELAAAHHH! KUCOBAAAA BERTAHAAAN~ (Gw udah pernah bikin Survei LDR Nasional. Coba dibaca di sini https://henrymanampiring.com/2012/11/11/laporan-survey-ldr-nasional/)
- Suami saya sudah lama tidak bekerja, bagaimana masa depan saya & anak2 saya kalo saya terus yg jadi tulang punggung?
- Diburu nikah cepet mulu om, busyet stress sayah
- Pasangan menyebalkan
- dituntut menikah, padahal belum siap secara keuangan (paling males dikasih argumen “Nikah ajaaa, nanti rejekinya ada aja kok”)
- Istri saya tidak bisa hormat sama keluarga saya oumm 😦
- Saya selingkuhan kolega saya di kantor. Ups.
- lakik-nya orang iniiiiiiii
- She believes in God meanwhile i don’t
- kami satu kantor, salah satu harus resign
- Mantan saya masih mengganggu hubungan saya dengan yang baru. Bahkan mengganggu hidup saya. Annoying.
- Saya sudah kehilangan minat untuk berjuang dlm relationship ini. Krn pasangan pernah selingkuh. (Inget bahwa “it takes two to start a relationship, it only takes one to end it”)
- Saya kerja dan pacar adalah PNS DJP, saya di Manado dan pacar di Gunung Sitoli (Nias). Kita LDR, dan as u know pegawai DJP akan selalu mutasi terus menerus.. takut tidak dipertemukan dan smakin dijauhkan dan saya takut kalo suatu saat justru saya yg menyerah kpd keadaan
- BEDA AGAMA AH SUSAH. DIRESTUI KALO DOI PINDAH. DOI BILANG MAU SI YA TAPI GUE NGERASA GIMANA GITU YA TAPI GUE CINTA BANGET GITU KRAY
- suami lagi sering wa lagi sama temen sekolah..aku sih benernya gapa2..tp ini hbs chat selalu dihapus..kan jd curiga saya ?? (Janganlah terburu2 curiga suami selingkuh, siapa tahu dia hanya bergabung dengan organisasi teroris dan sedang merencanakan serangan. Santai dulu lah…..)
- Istri tidak mempunyai penghasilan sendiri
- Si cowok udh ngomongin nikah2 aja, saya takut om
- Saya tidak ada rasa cinta dari awal
- Dia mencintai istrinya sangat
- Hubungan saya tidak disetujui negara (serius nih om, pokoknya ribet deh om, long story short, kl dia mau kawin sama gue, dia mesti resign dr kantornya)
- Pasangan terbaik yang bisa saya bayangkan. Tapi saya khawatir tidak bisa menepati janji akan pindah ke agama pasangan
- Sulit untuk melupakan mantan karena he took ‘something precious’ from me (Apaan? BPKB motor?)
- Pacar hambar, selingkuhan punya suami.trus mau dibawa kemana???
- Sexless marriage
- Bipolar level tidak mengkhawatirkan kayak marshanda sih untungnya. Dia bipolarnya kalo lagi kambuh, hambur2in uang. Untung kaya. Tp tetep aja ya namanya bipolar huuufftt (uuuummm….masalah orang emang ADA aja yak)
Khawatir kah menjomblo?
Nah, kalau itu tadi kekhawatiran yang mereka sedang di dalam relationship. Bagaimana dengan yang sedang sendiri? Apakah mereka merasa khawatir juga?
Ha, hanya 30% jomblowan/jomblowati yang merasa lumayan khawatir/khawatir banget! Jadi ternyata tidak ada perbedaan tingkat kekhawatiran antara yang jomblo dan tidak! Dan apa yang sebenarnya dikhawatirkan kaum jomblo/jomblowati yang lumayan/sangat khawatir dengan kesendirian mereka?
Gak heran, kekhawatiran utama soal status jomblo adalah apakah akan menemukan pasangan nantinya (70%). Faktor umur dan apakah masih menarik juga tinggi (64% dan 61%). Pertanyaan dan penilaian keluarga/masyarakat sekitar juga menjadi sumber khawatir. Lainnya:
- Khawatir jangan2 ngeset kriterianya trlalu tinggi, khawatir jangan2 sini yg trlalu menutup diri dan sdg getol2nya mencapai mimpi
- kawatir kalau jodohnya kesasar (kalo jodoh kamu terlalu bego untuk pake Waze/Google Map, ngapain ditungguin?)
- Khawatir dengan permintaan orang tua yg tidak bisa dipenuhi ketika beliau tiba-tiba berpulang (posisi ibu saat ini sedang sakit dan beliau meminta saya untuk segera menikah)
- Khawatir hidup sendirian sampai tua dan mati
- Khawatir akan sendirian sampai tua. Saya wanita, anak bungsu dari tiga bersaudara, orangtua dua-duanya sudah wafat, kedua kakak sudah berkeluarga. Umur saya sudah 26 dan seumur hidup masih jomblo. Kesian ya om. Kombinasi semuanya, membuat say berpikir saya bakal nikah ga ya? Ada ga ya orang yg mau sama saya? Dan akhirnya membuat saya khawatir akan menua dan sepi sendiri. (Saya rasa…..26….masih….muda)
- Khawatir stock habis (kalau model yang laku biasanya diproduksi lagi sob)
- Khawatir semua cowok sama brengseknya kayak mantan :”( (Ah, gak bener ini….)
- Khawatir mantan nikah duluan (LOE KATE NIKAH ITU KOMPETISI ASIAN GAMES?)
- Khawatir mendapatkan pasangan yang sebenarnya tidak cocok tapi dipaksain cocok karena udah terdesak di sana sini terus jadinya ga seneng (Nah ini bahaya beneran)
- Takut aja om nanti menghabiskan waktu sampe tua sendirian. Sedih bayanginnya. Anjing gue aja udah kawin cere 3x, masa emaknya kaga kawin2.. (Okelah, tapi anjing kamu kawin cere 3x juga ribet kan gono-gininya?!)
- Khawatir adik kandung nikah duluan karena dia udah punya pacar sementara gue jomblo dan jerawatan
- Khawatir mantan yg brengsek itu akan jatuh ke tangan perempuan sundal sebelum saya balas dendam (Nantikan lanjutannya di “Pengabdi Setan 2”!)
- khawatir karena banyak teman yang akan/ sudah menikah
Apa rahasia para jomblo gembira?
Ingat ada 70% jomblowan/wati yang tidak terlalu khawatir dengan status mereka? Apa rahasia mereka?
Hey, ternyata mereka memang sedang SENANG sendirian aja! Separuh dari mereka percaya jodoh ‘sudah diatur Tuhan’. Atau terlalu sibuk dengan kegiatan sehingga tidak terlalu memusingkan soal relationship. Sepertiga (36%) merasa terlalu muda untuk masuk relationship. Yang menarik, ada 10% sudah memutuskan tidak perlu pasangan, untuk satu dan lain hal. Apa alasan lain para kaum “Jomby” (jomblo happy) ini?
- Susah cari pasangan gay
- I’m too lazy to be involved in a relationship. Too much hardwork
- bagi saya, saat memutuskan untuk memiliki pasangan berarti saya sudah siap ke jenjang yg lebih serius a.k.a pernikahan, dan saat ini saya belum siap untuk itu.
- Masih kesisa takut dari kegagalan hubungan terakhir (jijik ga sih Om ??)
- Saya kebetulan adl tulang punggung keluarga, masih tinggal ngontrak. Fokus utama beli rumah dulu, lalu mencoba menata kehidupan ekonomi saya dulu. Krn cinta tidak bisa beli kebutuhan hidup. 🙂 (Realistis nih)
- Masih mau melakukan banyak hal tanpa harus izin pasangan
- Pacar 2D saya menyenangkan sekali ompir. KYAA KAGEYAMA TOBIO KYAA TSUKISHIMA KEI KYAA RORONOA ZORO KYAAAAAAAAAAA (Pemirsa, inilah yang terjadi jika obat tidak diminum teratur…..)
- Mempunyai pasangan sebenarnya bukan tujuan dari sebuah kehidupan
- Karena saya sendiri belum menjadi seseorang yang “lebih baik” jadi saya berdoa kepada Tuhan kalau saya belum “baik”, jangan dulu pertemukan. Kasihan calon jodohnya. Wkwk
- Lingkungan pertemanan saya masih kecil. Jadinya saya memang harus sabar tunggu lulus dulu supaya bisa bertemu dengan dunia yang lebih luas lagi.
- Ngurusin hidup diri sendiri aja masih gak becus mau bawa2 orang lain. Kasian dianya nanti
- saya sedang mengejar sesuatu (Apalagi? Doi udah nabrak tiang kok….)
- Sedang menggantengkan diri (psikis & fisik) (hasek….ngegym ya mas)
- Commitment issues, daddy issues, men are trash
- kerjaan numpuk. Karir terlalu bagus buat ditinggal broooo.
- Udah nyoba deket lewat Tinder, eh lama-lama bosen dan (potential) lover saya semua hampir sudah berpasangan sekarang. Kami malah jadi akrab sebagai teman. Kayaknya saya belum siap lagi.
- If only a gay could deserve to have relationship in this bigoted country
- Bahagia itu datangnya dari diri sendiri. Pasangan bukan goal kebahagiaan. Bahkan ada yang terasa seperti neraka. Tapi kalaupun dapat jodoh, will be loved with all my might
- Sedang menanti kepastian dari dia yang belum juga kasih kepastian *eh harusnya gue khawatir ya? Ah ya sudahlah, mending mikirin deadline daripada kepastian #PenulisModeOn iya Om, gue mau jadi penulis keceh kaya Om Piring (Cakep…tetaplah menulis!)
- Karena sebagai wanita, posisinya akan lebih ribet jika sudah bersuami. Banyak planning buat karir & hidup yg mungkin akan berantakan kalo settle down. But then, I’m old now. So I think I should start to look for one.
- Saya telah diselingkuhi, jomblo jadi a better choice than in bad relationship
- Saya tidak bahagia melihat pernikahan orang tua saya.
Khawatir soal pekerjaan/bisnis
56% responden mengaku bekerja full-time, 6% part-time, dan 11% menjalankan usaha sendiri. Bagaimana kekhawatiran mereka soal pekerjaan/bisnis?
Sekitar sepertiga (37%) responden yang bekerja/usaha mengaku merasa lumayan/sangat khawatir. Apa sih yang dikhawatirkan mereka?
Tiga kekhawatiran utama adalah: stuck di karir sekarang, dipilih hampir separuh mereka yang khawatir soal pekerjaan. “Gaji tidak cukup” juga sama mengkhawatirkannya, dan kemudian disusul “khawatir dengan performa tidak memuaskan”, dipilih oleh sepertiga mereka yang khawatir soal pekerjaan. Kondisi ekonomi buruk yang bisa memengaruhi bisnis juga dikhawatirkan 24% responden. Lainnya:
- gaji telat masuk dan masih ada gaji yg tertanggung
- Khawatir dengan hutang bank yang tidak kunjung berkurang
- Khawatir karena tidak ada jaminan sosial (pension/jaminan kesehatan) dari kantor
- Khawatir tidak bisa menangani rekan/bawahan secara tegas & bijak, khawatir malah saya yg disetir oleh mereka
- khawatir dengan peforma teman yang kalo kerja salah suka bawa-bawa nama gw buat jadi pembenaran ketika melakukan kesalahan
- di kantor sedang ada pengurangan karyawan.
- Khawatir dengan lingkungan kerja yang tidak open minded terhadap LGBT
- khawatir dengan pola mutasi antar daerah yang tidak menentu
- Khawatir karena pekerjaan ini jadi tidak bisa fokus dengan anak
- Khawatir gw bakalan dipindahin ke tempat lain gegara gw ngungkapin fraud yg dilakukan atasan tertinggi gw.
- Lingkungan kerja tidak baik untuk kesehatan: me being a secondhand smoker, banyak debu
- Karena saya calon notaris bang, pekerjaan profesi, dan regulasi yg mengharuskan saya buka kantor di daerah kecil dulu utk sekian tahun, dan Belum tentu bisa langsung dapat klien, sementara umur terus bertambah
- Udah eneg kerja tapi gak bisa resign krna masih ada ikatan kerja. Feels like I’ve been living in hell everyday
- Khawatir gue ga dipindahin dari kabupaten terpencil ini. KAPAN GUE DAPET JODOH KALO GITU (Kenapa gak nyari jodoh di kabupaten itu…..)
- Bosku anggap perusahaannya bagai keluarga dengan dia sebagai ‘bapak’. Dan model keluarga yg dijalankannya otoriter ala Pak Harto. Toxic and unhealthy
- Khawatir kalau sampai nggak bisa bayar gaji pegawai. The salary is for their livelihood
- Khawatir beneran naksir kolega yg udh nikah, lah curhat. Maaf 😦
- Ideologi politik tidak sama dengan mayoritas orang di kantor. Jadi sumpek banget di kantor
Bagaimana dengan mereka yang tidak/belum bekerja? Apakah mereka khawatir?
Separuh dari mereka yang tidak bekerja merasa lumayan/sangat khawatir. Tidak ada pertanyaan lebih lanjut.
Keuangan pribadi
Bagaimana dengan kekhawatiran mengenai keuangan pribadi?
Uang masih menjadi sumber kekhawatiran, dengan lebih dari sepatuh (53%) responden merasakan lumayan khawatir/stres soal uang. Tidak ada pertanyaan lebih lanjut.
Kekhawatiran menjadi orangtua
20% responden mengaku memiliki anak, dan 5% “sedang berusaha memiliki anak”. Bagi yang sudah menjadi orangtua, seberapa khawatirkah mereka soal peran ini?
Kira2 separuh orangtua (53%) mengaku merasa lumayan/stres menjadi orangtua. Cukup mengejutkan mengingat gambaran menjadi orangtua selalu diromantisir sebagai sesuatu yang selalu indah bahagia. Apa saja yang mereka khawatirkan?
Ternyata realita menjadi orangtua yang paling mengkhawatirkan adalah soal biaya sekolah anak, dipilih 57% responden orangtua yang merasa khawatir. Nah, makanya yang belum jadi orangtua harus sudah pandai berinvestasi karena biaya sekolah di Indonesia ternyata bikin khawatir. Kekhawatiran terbesar kedua adalah anak terkena sakit (makanya divaksin dong) atau kecelakaan. Dan masih berhubungan, kekhawatiran ketiga adalah biaya kesehatan anak.
Kalau dilihat dari temuan ini, tiga kekhawatiran terbesar menjadi orangtua ternyata berkisar seputar…..DUIT. Makanya penting sekali modal nikah itu bukan hanya aspek psikologis dan spiritual, tapi juga duit. Jangan terlena dengan janji2 “Ah, tiap anak ada rejekinya….”, nyatanya hasil survei ini menunjukkan biaya sekolah dan kesehatan anak menjadi sumber kekhawatiran.
Sesudah duit, barulah hal2 lain menjadi kekhawatiran orangtua, seperti kenakalan/narkoba, tidak menjalankan perintah agama, atau hubungan renggang dari orangtua. Lainnya:
- Khawatir mentalnya kurang kuat menghadapi kompetisi (dalam hal apapun). Dan bahwa money should be earned. Money is only a tool. Nothing comes free. Semua butuh usaha dan kalo usaha itu mesti total. Ah banyak, lebih ke kesiapan mentalnya sih. Kalo rejeki, Tuhan selalu punya cara untuk mencukupi kami dan kami selalu punya cara untuk mensyukurinya. Nge-roh bener yak ???? tapi ini jujur banget.
- Saya ibu bekerja & sudah berencana utk resign krn ingin menjadi full time mommy. Tapi kalau suami tidak jg berpenghasilan bagaimana saya mau resign?
- Selain keuangan hal yang aku Khawatirkan jg adalah anakku ga punya adik lagi,, udah lepas kb 3 tahun belum jadi2
- Anak terlalu ambisius terus stres gara2 masalah akademis.
- Anak dilecehkan secara seksual
- Gak cukup waktu buat anak. Sibuk kerja
- Perbedaan usia ma anak gw jauh..takut ga bisa nemenin sampe gede…hiks (Sama dong. Jadikan motivasi buat menjaga kesehatan yuk. Hup hup!)
- Anak jadi korban kebengisan kaum intoleran/radikal
- khawatir soal biaya sekolah karena maunya sekolah MAHAL terus takut salah pilih sekolah. jelas ga mau sekolah negeri atau sekolah islam takut guru-gurunya alumni 212
- Anak tidak berusaha cukup keras utk mencapai mimpinya, karena ortunya mencontohkan begitu
- Masalah psikis anak pasca divorce ortunya
- anak terpapar tontonan porno diusia SD
- Anak menjadi negatif krn lingkungan cth buang sampah sembarangan, sumpah serapah, tdk baik hati dst
- Berkebutuhan khusus (si kecil), depresi (si sulung). Paling bikin cemas, jika anak gak bahagia. Terlepas apapun pilihan hidupnya.
Bagaimana dengan yang sedang berusaha memiliki keturunan?
Ternyata proporsi lumayan/sangat khawatir di antara mereka yang sedang berusaha memiliki keturunan jumlahnya sama dengan yang sudah menjadi orangtua, sekitar 54%. Tidak ada pertanyaan lanjutan.
Pindah ke jalan rayaaaaa……
Sesudah topik2 yang sifatnya pribadi, mari pindah ke luar rumah. Bagi banyak orang, aktivitas di jalan raya cukup menyita waktu sehari2, minimal saat commuting ke dan pulang bekerja. Gw pribadi sih adalah orang yang sering khawatir soal kondisi jalan, apalagi tinggal di Jakarta yang keren banget dah macetnya. Gimana hasil Survei Khawatir Nasional soal ini?
Jalan raya ternyata relatif paling tidak mengkhawatirkan responden. Hanya 21% saja yang mengaku lumayan/sangat khawatir di jalan. Hampir 90% yang hanya khawatir sedikit atau bahkan tidak khawatir sama sekali di jalan. Emang woles deh orang kita. Pantes macet kayak apapun tetep dijabanin dengan ikhlas……
Bagi minoritas yang khawatiran di jalan (kayak gw!), ini yang mereka khawatirkan:
Insiden/kecelakaan di jalan raya masih menjadi kekhawatiran tertinggi, disusul keselamatan dan kejahatan di jalan. Macet melelahkan masih di posisi keempat, dipilih 41% mereka yang khawatir di jalan. 1 dari 4 orang2 ini mengaku frustrasi terjebak di jalan. Lainnya:
- Kereta suka telat
- Polusi udara dijalan raya dan kesehatan saya karena terlalu banyak menghirup polusi
- Trotoar tidak layak
- papasan sama mantan :((((((
- Takut anak rewel
- Takut kena copet/jambret
- Insiden ktika ada demo yg brubah SARA
- catcalling dan sexual harrasment
- Berusaha mengikuti peraturan tapi dilawan sama pemakai jalan lain (pejalan kaki vs motor yg naik trotoar)
- Di kota domisili sekarang, perilaku berkendara warganya sungguh ajaib. Kalau dibonceng motor, tak pakai helm. Kalau belok, main langsung belok tanpa kasih tanda dan nggak toleh-toleh dulu. Kalau mereka yang ngawur dan nubruk kita, kita gak ditolong, malah ditonjok (ini serius! Udah ngalami sendiri. Sempet agak frustasi karena kami pendatang ?? baru). Aparat yg harusnya mengawal ketertiban pun kadang malah gak jaga wibawa, mereka jg ngawur di jalan. (Eh, btw, sebenernya udah lama banget pingin menuliskan keluhan soal perilaku penduduk kota ini di blog dll, Om. Tapi was-was karena ada UU ITE, takut tercyduk ??)
- CATCALLING DARI MANUSIA-MANUSIA TIDAK BERADAB
- Pengendara motor yang merampas hak pejalan kaki (Wahai para pengendara motor yang merampas hak pejalan kaki, sadarlah! Atau kalian akan nabrak tiang listrik….)
- takut penyakit kambuh di jalan raya dan menyusahkan orang lain yang berusaha membantu
Kondisi Sosial Politik Indonesia
Makin melebar lagi, mari kita masuk topik sosial politik. Menyadari bahwa tidak semua orang peduli dengan topik ini, untuk pertanyaan tingkat kekhawatiran gw menambahkan opsi “gak ngerti/peduli”. Gimana hasilnya?
Ternyata ini tho yang banyak dikhawatirkan banyak orang. Ada 76% responden yang mengaku lumayan/sangat khawatir dengan kondisi sosial politik Indonesia. Ini artinya 3 dari 4 responden!
Apa saja yang dikhawatirkan dari kondisi sosial politik?
Tiga sumber kekhawatiran terbesar: hoax/fake news/fitnah di media sosial, diskriminasi SARA, dan bangkitnya intoleransi. Perpecahan di masyarakat juga dikhawatirkan, dan korupsi yang makin merajalela. Lainnya:
- Agama jadi politik 😦
- Kualitas pendidikan yang tidak merata
- Gubernur baru Jakarta yang terpilih karena support dari kaum tertentu dan bukan karena pengalaman dan bukan karena idenya untuk membangun Jakarta yang lebih baik
- sama itu loh om pir, politik-gagal-moveon, ya sudahlah yah, kalo pilkada sudah selese, mbok ya, nda usah dibahas lagi yang kemarin2, dukung aja pasangan terpilih demi siklus politik dan kehidupan bernegara yang lebih baik. Aku loh sampe unfol yang masih sibuk bahas yang dulu dan yang skrg (baik dr pihak pemimpin lama ataupun yang baru), demi kesehatan hati. Segitu susahnyakah kita untuk melupakan luka lama lalu saling rangkul? Asal jangan rangkul mantan kekasih, nda bolehhhh *lah
- Kebodohan massal. Bahwa common sense dan kemanusiaan makin langka, bahwa orang2 nggak sadar kalau beda itu NGGAK APA-APA DAN NGGAK BAHAYA, bahwa agree to disagree itu ada; bahwa YAELAH NOH TETANGGA LO ADA yg beda agama/suku, ajak ngopi baek2 sih. Saya muslim, tp saya bakal marah kalo ada yg ngejudge saya hobi bunuh orang/poligami/pedofil tanpa nanya dulu. Agama/suku lain JUGA SAMA. Gitu aja kok ya ga paham. Dasar remah pilus. (Eh, apa salahnya remah pilus? Enak kok, suka gw makanin juga….)
- The rise of ultranationalism that erodes democratic values in the name of security. (Terjemahin dong mas/mbak)
- PKI, katanya sih hoax, kenyataanyaaaaaa….. ya gitu deh
- Diskriminasi LGBTQ harusnya dimasukin dong om 😦
Kondisi Ekonomi
Walau topik berat, tetep harus ditanyain yaaa.
Kekhawatiran soal ekonomi lumayan nih, hampir separuh (47%) mengaku lumayan/sangat khawatir soal ekonomi Indonesia. Penyebab kekhawatiran mereka adalah:
Personally, gw gak nyangka nilai tukar Rupiah ada di atas, bersama dengan harga2 bahan pokok yang semakin mahal. Melemahnya iklim bisnis juga dicatat 42% responden yang khawatir soal ekonomi Indonesia. 24% khawatir dengan “kekuatan asing menjajah secara ekonomi”. Lainnya:
- Harga tanah dan rumah tak masuk akal 😦
- Nilai tambah dan daya saing produk Indonesia rendah di dunia internasional
- Yang miskin makin miskin
- meningkatnya Automation yang bisa meningkatkan jumlah pengangguran –> apabila pemerintah tdk kompeten bs membuat massa mengamuk
- Investasi lebih banyak di sektor non-riil, perkembangan ekonomi yang terlalu didorong konsumsi, housing bubble, generasi pekerja yang ingin semuanya instan, sentralisasi siklus uang
- Makin jelasnya kesenjangan ekonomi, yang bisa berakhir pada kecemburuan dan kebencian sosial, baik nanti disangkutkan kepada politik, ras, suku bahkan agama,
So, begitulah Laporan Survei Khawatir Nasional secara umum. Sebelum ke analisa perbandingan antara kelompok2 yang berbeda-beda, berikut adalah profil responden survei:
Sekali lagi, proporsi responden wanita yang sangat besar ini tentunya akan membawa bias terhadap hasil total di telah kita bahas di atas.
Menarik bahwa ada 54% responden yang memosisikan diri mereka sebagai penganut agama mainstram tetapi TIDAK relijius, sementara sepertiga sebagai relijius. Ada 7% responden yang mengaku sebagai agnostik/atheis.
Horoskop!
Menarik! Separuh responden percaya akan horoskop pada tahap tertentu. Yang percaya mutlak hanya 1%, tapi 31% percaya dengan “gambaran kepribadian” menurut horoskop. 18% percaya dengan ramalan nasibnya.
Analisa Perbandingan: Pria vs. Wanita
Sekarang bagian yang menarik: apakah ada perbedaan kekhawatiran dari sub-group yang berbeda2? Gw hanya akan melaporkan perbedaan yang signifikan secara statistik. Sisanya artinya dianggap tidak ada perbedaan yang signifikan.
So, pria dan wanita. Apa saja perbedaan yang mencolok?
Secara kekhawatiran akan hidup secara keseluruhan, wanita jauh lebih khawatir (lumayan/sangat khawatir 66%) dibandingkan pria 54%.
Wanita yang “sangat khawatir” soal sekolah juga lebih tinggi daripada pria. Apa yang berbeda mengenai kekhawatiran di sekolah?
- Pria lebih khawatir “tidak banyak teman” (23%) dibanding wanita (13%)
- Pria lebih khawatir mengenai “gerakan radikal/intoleran di sekolah” (15%) dibanding wanita (8%)
Dalam hal relationship, lebih banyak pria yang “tidak khawatir” (31%) dibanding wanita (25%). Di antara para jomblo yang khawatir akan kejombloan mereka:
- Jomblowati lebih khawatir “tidak mendapatkan pasangan” (73%) dibanding jomblowan (61%)
- Jomblowan lebih khawatir “khawatir tergoda zinah” (12%) dibanding jomblowati (6%)
Di antara para jomblo yang TIDAK khawatir akan kejombloan mereka:
- Lebih banyak jomblowati yang percaya “jodoh sudah diatur Tuhan” (58%) dibanding jomblowan (39%)
- Lebih banyak jomblowan yang memutuskan “saya tidak butuh pasangan” (13%) dibanding jomblowati (8%)
Di antara mereka yang sudah memiliki pasangan, lebih banyak pria yang tidak merasa khawatir (tidak/sedikit khawatir 74%) dibanding wanita (68%). Di antara yang khawatir soal relationship mereka:
- Lebih banyak wanita yang takut pasangan mereka selingkuh (31%) dibanding pria (16%). Sebaliknya, lebih banyak pria yang takut dirinya yang akan selingkuh (25%) dibanding wanita (11%). Pria memang bajingan!
Dalam hal pekerjaan/bisnis, tidak ada perbedaan soal tingkat kekhawatiran. Tapi menyangkut topik kekhawatiran:
- Lebih banyak pria yang khawatir soal: kondisi ekonomi memengaruhi bisnis/usaha (30%) dibanding wanita (21%), dan kinerja perusahaan yang tidak bagus (27% vs wanita 18%)
- Lebih banyak wanita yang khawatir soal: performa kerja mereka (35%) dibanding pria (25%), dan suasana kerja yang tidak ramah/politis (24% vs pria 18%)
Di antara mereka yang belum bekerja, lebih banyak pria yang “tidak khawatir” mengenai status pengangguran mereka (33%) dibanding wanita (26%)
Soal uang, lebih banyak wanita yang “stres butuh uang” (25%) dibanding pria (21%)
Bagaimana dengan menjadi orangtua?
Jauh lebih banyak wanita yang “lumayan/sangat khawatir menjadi orangtua” (59%) dibanding pria (38%). Dan mengenai kekhawatiran menjadi orangtua:
- Lebih banyak wanita yang khawatir “anak tidak menjalankan perintah agama” (23%) dibanding pria (13%)
- Sebaliknya, lebih banyak pria yang khawatir soal “biaya sekolah” (68%) dibanding wanita (56%)
Soal berusaha memiliki keturunan:
Lebih banyak pria yang tidak khawatir sama sekali saat berusaha memiliki keturunan (24%) dibandingkan wanita (11%)
Di jalan raya:
- lebih banyak pria yang “tidak khawatir” (30%) dibanding wanita (25%)
- lebih banyak wanita yang khawatir mengenai kejahatan di jalan raya (54%) dibanding pria (35%)
Soal kondisi sosial politik:
- Sedikit lebih banyak pria yang “sangat khawatir” (39%) dibanding wanita (36%)
- Lebih banyak pria yang khawatir mengenai bangkitnya radikalisme/intoleransi (55% vs wanita 46%).
- Lebih banyak wanita yang khawatir mengenai “pemimpin yang tidak kompeten” (20% vs pria 13%), dan “korupsi yang merajalela” (34% vs pria 30%)
Soal ekonomi:
- Lebih banyak wanita yang khawatir soal ekonomi Indonesia (lumayan/sangat khawatir 49% vs pria 37%). Wanita juga lebih khawatir soal: harga bahan pokok (54% vs pria 42%), nilai Rupiah lemah (54% vs pria 47%).
- Lebih banyak pria yang khawatir soal melemahnya bisnis (48% vs wanita 41%), dan regulasi yang menyulitkan (45% vs wanita 32%)
Soal orientasi seks: non-heteroseksual lebih banyak di pria (14% vs wanita 2%)
Soal posisi agama/kepercayaan:
- Lebih banyak wanita yang mengaku “penganut agama umum DAN relijius” (34% vs pria 27%). Sebaliknya, lebih banyak pria yang mengaku “agnostik/atheis” (11% vs wanita 5%)
Soal horoskop!
Ternyata lebih banyak pria yang tidak percaya horoskop (65%) dibanding wanita (44%). Mengagetkan gak? 😀
Perbandingan antara “penganut agama mainstream DAN relijius” vs. “agnostik/atheis”
Gw tertarik mengetahui apakah belief system bisa berpengaruh pada kekhawatiran. Karenanya gw menanyakan soal identitas agama/kepercayaan untuk bisa menemukan perbedaan ini jika ada. Gw sengaja memilih perbandingan paling ekstrim, yaitu mereka yang mengaku beragama mainstream dan relijius, dengan mereka yang mengaku agnostik/atheis. Adakah perbedaannya?
Lebih banyak responden agnostik/atheis yang merasa “sangat khawatir” dengan hidupnya secara keseluruhan (20% vs relijius 13%). Masuk di akal karena (seharusnya) mereka yang relijius mendapat harapan di dalam iman/kepercayaannya. Sebaliknya, lebih banyak responden relijius yang merasa “sedikit khawatir” (38%) dibanding mereka yang agnostik/atheis (30%)
Dalam hal kekhawatiran di sekolah, lebih banyak responen agnostik/atheis yang khawatir akan “ajaran/gerakan radikal/intoleran di sekolah/kampus” (18% vs relijius 7%)
Status relationship: ada yang menarik nih:
Lebih banyak responden agnostik/atheis yang memiliki relationship dibanding mereka yang relijius. Hmmm, apa penjelasannya ya? 😀
Di antara mereka yang di dalam relationship, tidak ada perbedaan tingkat kekhawatiran antara yang relijius dan agnostik/atheis. Di antara yang khawatir soal relationship mereka, lebih banyak responden agnostik/atheis yang khawatir “relationship tidak disetujui orangtua” (41% vs relijius 21%)
Tetapi bagaimana dengan para jomblo?
Lebih banyak jomblo agnostik/atheis yang tidak khawatir sama sekali dengan kejombloan mereka (40%) dibanding mereka yang relijius (22%). Sebaliknya, lebih banyak jomblo relijius yang “lumayan/sangat khawatir” dengan kejombloan mereka (34% vs agnostik/atheis 14%). Ini temuan menarik. Logikanya, responden relijius harusnya lebih bisa berpegang dengan prinsip “jodoh di tangan Tuhan”, tapi kenyataannya, mereka lebih khawatir dengan status jomblo mereka dibanding yang tidak relijius. Kira2 apa ya penjelasannya?
Di pekerjaan/bisnis, lebih banyak responden relijius yang khawatir soal “performa tidak memuaskan” (34% v agnostik/atheis 21%)
Soal keuangan pribadi:
Lebih banyak responden agnostik/atheis yang stres soal uang (27% vs relijius 20%). Sebaliknya, lebih banyak responden relijius yang “khawatir sedikit saja” soal uang (48% vs agnostik/atheis 39%). Apakah karena prinsip “rejeki di tangan Tuhan”?
Bagaimana soal menjadi orangtua?
Sebenarnya keseluruhan hampir sama. Hanya saja lebih banyak responden agnostik/atheis yang merasa “tidak khawatir sama sekali” menjadi orangtua (24% vs. relijius 12%). Sebaliknya, lebih banyak responden relijius yang merasa “sedikit khawatir saja” (36% vs. agnostik/atheis 19%). Di antara yang khawatir menjadi orangtua, tidak ada perbedaan isu kekhawatiran antara kedua kelompok ini.
Soal kondisi sosial politik, lebih banyak responden agnostik/atheis yang “sangat khawatir” (46% vs. relijius 33%). Perbedaan di antara mereka yang sama-sama khawatir mengenai kondisi sosial politik adalah:
- Lebih banyak responden agnostik/atheis yang khawatir mengenai “bangkitnya kaum radikal/intoleran” (68% vs. relijius 39%), “kebebasan beragama” (7% vs. relijius 2%), “diskriminasi SARA” (60% vs. relijius 52%), dan “pemerintah tidak tegas pada intoleransi” (30% vs. relijius 14%)
- Lebih banyak responden relijius yang khawatir mengenai “praktik nilai Pancasila makin luntur” (9% vs. agnostik/atheis 2%), “korupsi makin merajalela” (38% vs. agnostik/atheis 20%), “perpecahan di masyarakat karena politik” (42% vs. agnostik/atheis 27%), “hoax/fake news/fitnah di media sosial” (64% vs. agnostik/atheis 46%).
Soal ekonomi, tidak ada perbedaan tingkat kekhawatiran yang signifikan. Tetapi di antara yang sama2 khawatir, perbedaannya adalah:
- lebih banyak responden relijius yang khawatir soal “harga bahan pokok makin mahal” (55% vs. agnostik/atheis 42%) dan “asing menjajah secara ekonomi” (35% vs. agnostik/atheis 10%)
- Lebih banyak responden agnostik/atheis yang khawatir soal “regulasi/peraturan yang menyulitkan bisnis” (45% vs. relijius 32%)
Orientasi seks:
Proporsi non-heteroseksual lebih tinggi di antara responden agnostik/atheis (15%) dibanding relijius (2%). Fakta menarik bahwa masih ada 2% responden gay/lesbian yang mengidentifikasi diri sebagai “relijius”.
Soal horoskop, ini yang cukup mengejutkan gw:
Walaupun tidak mengejutkan bahwa ada lebih banyak proporsi responden agnostik/atheis yang tidak percaya horoskop (69% vs relijius 56%), tapi bahwa faktanya masih ada 31% responden agnostik/atheis yang percaya pada sistem horoskop agak mengherankan bagi gw. Sebaliknya, ada lebih banyak responden relijius yang percaya pada “ramalan nasib” di horoskop (14% vs. agnostik/atheis 7%), dan gambaran kepribadian menurut horoskop (30% vs. agnostik/atheis 23%).
Perbedaan antara responden heteroseksual dan non-heteroseksual akan ditambahkan (gw udah capek neh, tapi pengen publish aja dulu….)
Penutup
Demikian Laporan Survei Khawatir Nasional 2018. Apakah ada hal2 baru yang mengejutkan pembaca? 😀
Terima kasih bagi lebih dari 3,300 responden yang sudah berpartisipasi di dalam survei ini. Sekali lagi, mengingat metode penyebaran survei yang tidak memenuhi standar akademis, hasil survei ini tidak bisa digeneralisir sebagai gambaran masyarakat umum. Hasil survei ini hanya menggambarkan keadaan para responden survei ini saja. Jadi woles aja, jangan terlalu dianggap serius. Okay!
Salam Survei @newsplatter!
Categories: human behavior, man and woman, Random Insight, Survei Newsplatter
YAAAHH sayang banget Oom aku gak ikutan survey-nya. Entah kelewat apa gimana ya, padahal sepertinya aku bisa berkontribusi sebagai jomblo-female-hetero-cenderung-agnostik-yang-khawatir-akan-karier-ekonomi-dan-sosial-politik #EAAA x))
Ya ampun mas ini menarik banget, sekalian baca komentar pengisi bikin ngakak dan merasa tidak sendiri dalam mencari kejelasan relationship :’D
kenapa gw baru nemu blog ini ye bang. hahahahahah..
boleh nanya lebih ga bang. hahaha