Laporan Survey Mantan Nasional 2013

Okeh, setelah 2 hari pengumpulan data (dimulai Sabtu malam), maka Survey Mantan Nasional 2013 resmi dilaporkan. Survey kali ini berhasil mengumpulkan lebih dari 4,403 entry, dan 3,383 dari itu menyelesaikan seluruh kuesioner (jadi tingkat penyelesaian 76.8%). Mengapa ada sekitar 1,000 responden yang “tidak selesai”? Yang pertama, 388 responden terdiskualifisir ketika mereka menyatakan tidak punya mantan di pertanyaan pertama. Sisanya, somehow […]

Read More →

Do Not Overthink It. (It says “Overthink”, Not “Think”)

Having read quite a few books and articles about the brain at work, I have come across a number of interesting conclusions, if not hypothesis. (Remember, in science, “truth” is only valid until next evidence proves otherwise). One of the interesting lesson is about how overthinking actually impairs judgment. This obviously flies against common wisdom. We were probably raised being taught that thinking (rationally) is always superior to making more instinctive decision. But several studies show that in reality, it may not be true. One study involved two groups of students having to choose posters from a set of choice for their room. The difference: the first group was told to just pick whatever they like. The second was asked to analyze the choices, explain why a poster is better than the others, and then he/she can bring the poster home. The outcome? When later both groups were asked how happy they were with their decision, the first group, who did not think much, reported higher happiness than the second group. The conclusion (or hypothesis?) is that we often decide better when we do not overthink it. When we start to analyze our decision too much, we start considering irrelevant variables, which then leads us astray from what we really want to what we think we want. I don’t know whether this is related to the subject of love and romance. But I once read that love may be more true […]

Read More →

Laporan Survey LDR Nasional

Sesudah beberapa kali membuat beberapa #SurveyNewsplatter (Survey Jomblo, Survey Gebet, dll), gw menerima banyak request untuk membuat Survey LDR (Long Distance Relationship/Hubungan Asmara Jarak Jauh). Jujur, tadinya gw ragu. Pikir gw, emang banyak ya LDR di luar sana? Tetapi karena yang minta dibuatkan Survey LDR mulai banyak, dengan menggunakan nada memelas/mengancam, gw jadi tergugah dan tergerak (halah). Dan memang hasilnya mengejutkan. Survey dibuka Jumat tengah malam/Sabtu pagi. dan berakhir Minggu pagi ini, dan dalam tempo sesingkat itu, berhasil mendapatkan 1,504 responden! Tidak disangka, animo terhadap dunia per-LDR-an begitu tinggi. Jadi, mari kita lihat hasilnya. Status LDR Responden Tampaknya survey ini memang menarik para LDR-ians (sebutan mesra untuk mereka yang sedang LDR… sumbangan @distyjulian). 44% responden pernah menjalani LDR, dan 42.4% sedang menjalani LDR. Dalam survey ini, mereka yang “pernah” menjalani LDR mendapatkan set pertanyaan yang berbeda dari mereka yang “sedang” menjalani LDR. Pengalaman Mereka Yang PERNAH Menjalani LDR Berapa lamakah hubungan LDR yang terakhir? Durasi LDR paling umum adalah kurang dari 6 bulan sampai 3 tahun (sekitar 85%), tersebar cukup merata antara yang short-term (kurang dari 6 bulan), 6-bulan – 1 tahun, dan 1 – 3 tahun. Bahkan 15% menjalani LDR lebih dari 3 tahun! Bagaimana nasib LDR kamu yang terakhir? Di sini temuan agak memprihatinkan. Hampir 63% hubungan LDR yang terakhir berakhir saat masih berhubungan LDR. Fakta ini walaupun pahit, adalah temuan yang mengejutkan gw (gw sudah expect banyak hubungan LDR yang tumbang, tapi tidak setinggi itu). Sementara itu […]

Read More →

Who, or what, are you falling in love with?

After so many years observing people (and myself!) in the complicated game of love, I can say this: often times, you don’t fall in love with a person. You fall in love with something else. Most often, people fall in love with their own imagination of the perfect man/woman. You meet somebody, you barely know him/her, and then you start imposing your own ideals of a soulmate onto the person. Problem begins when the illusion starts to shatter, and you start to see ‘the real him/her’. And tragically, you accuse the person of ‘having changed’ – although it was your own eyes which finally opened. Often times, people fall in love not with a person, but a “way out”. You are feeling lonely, you just don’t want to be alone and miserable, and you see this person as a ‘solution’. Then, you are falling in love with the solution to your problem, not with a person. Some people fall in love with “agenda”. You have made plans for your life: when to find a partner, when to get married, when to have children, etc. And then you see this person as the fulfilment of your life’s “Outlook calendar”. Again, you are falling in love with your life schedule, not with a person. Some others fall in love with “therapy”. You were broken inside, you have mental scars, you have childhood trauma. And then you find this person whom you think can […]

Read More →

Menembak Cewek Gaya Undang-Undang

KETETAPAN HATI NO. 3 TAHUN 2012 Menimbang: Bahwa sehubungan dengan status jomblo saya yang sudah berjalan 3 tahun, maka saya sudah kebelet punya pacar Bahwa berdasarkan desakan keluarga/famili melalui pertanyaan-pertanyaan “Kapan kawin” yang menyebalkan. saya merasa sudah saatnya diambil tindakan nyata mengakhiri kejombloan ini Bahwa memang sudah kodratnya seorang laki-laki jatuh hati pada seorang perempuan Mengingat: Ancaman sahabat-sahabat no. 7 tahun 2009-2012 agar segera move-on Sindiran Teman-teman Kantor no. 3, 16, dan 31 tahun 2012 mengenai Jomblo Abadi Undangan pernikahan mantan no.5  yang akan segera terjadi 2 minggu lagi Dengan persetujuan bersama HATIKU dan PIKIRANKU MEMUTUSKAN: Menetapkan: KETETAPAN HATI NO. 3 TAHUN 2012 Pasal 1: Menetapkan kamu sebagai pacarku Pasal 2: Menetapkan masa jawaban selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sesudah ketetapan ini dikeluarkan apakah kamu akan menerima ajakan menjadi pacarku atau tidak Pasal 3: Dengan kondisi jawaban terhadap Pasal 2 di atas adalah ‘bersedia’, untuk melakukan pengumuman di media massa, Facebook, dan Twitter selambat-lambatnya 3 x 5 menit sesudah jawaban diterima Pasal 4: Dengan kondisi jawaban terhadap Pasal 2 di atas adalah ‘Cih, amit-amit, najis, kayak gak ada cowok lain aja!’, untuk melakukan langkah mundur teratur tanpa harus menimbulkan isu publik Disahkan di Jakarta, pada tanggal 30 Juli 2012 PRIA BUJANGAN BERMUTU ttd Aku

Read More →

Laporan Survey Gebet Nasional 2012!

Setelah kesuksesan Survey Jomblo Nasional 2012 (laporannya di sini), maka #SurveyNewsplatter dilanjutkan dengan Survey Gebet Nasional 2012. Hal ini dikarenakan banyaknya complain bahwa mereka yang non-jomblo tidak diakomodir dalam survey sebelumnya. Survey Gebet Nasional disusun lebih universal, semua bisa ikutan. Karena perilaku gebet-menggebet bisa diukur atas mereka yang jomblo, maupun sudah memiliki pasangan. (Terbukti banyak responden yang sudah dalam relationship […]

Read More →

Laporan Survey Jomblo Nasional 2012

Berkat darah, doa, dan keringat seluruh kaum jomblo se-Indonesia, akhirnya usailah Survey Jomblo Nasional 2012 yang dilakukan selama periode 15 Juni malam, sampai penghitungan data pilihan ganda yang diambil 17 Juni malam. Untuk hasil “open-ended”, masih dipilih sampai hari input hari Senin. Jujur, gw kagum sama antusiasme para jomblowan dan wati Indonesia. Sampai saat postingan ini ditulis, tercatat 3,316 survey […]

Read More →

Ekstrapolasi Pacaran Ke Pernikahan (Buat Yang Lagi Pacaran)

Tenaaang, gak usah panik, nanti gw jelasin apa artinya ‘ekstrapolasi’ 😀 ‘Ekstrapolasi’ sih bahasa begonya adalah memperkirakan nilai/kondisi sesuatu variabel, berdasarkan trend/pola variabel tersebut sebelumnya. (Definisi freedictionary.com:  To infer or estimate by extending or projecting known information. Lho, kok definisi Enggresnya lebih gampang dari definisi bego gua?). Contoh: kalo beberapa tahun berturut2 Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi x%, maka seseorang bisa memprediksi pertumbuhan 2012 dengan mengekstrapolasi trend angka sebelumnya. Asumsi dari ekstrapolasi adalah: perilaku suatu variable cenderung tidak berubah drastis. Karenanya ekstrapolasi digunakan untuk mengestimasi hal-hal yang sifatnya berubah secara steady/predictable. Contoh: pertumbuhan penduduk. Karena kemungkinannya kecil Indonesia dibom aliens yang tersinggung dengan jambul Syahrini, maka kita bisa pede mengekstrapolasi jumlah penduduk di tahun 2012, 2020, sampe 2050 – berdasarkan pertumbuhan penduduk yang kemarin (plus asumsi2). Beberapa hari yang lalu gw mengetwit: “Kesalahan fatal adalah mengekstrapolasi  kebahagiaan saat pacaran ke pernikahan”. Berhubung media Twitter sangat terbatas, mungkin gw bisa elaborate sedikit maksud gw di blog ini. (Buat yang mau ngomong: “Jangan sok tahu kalo belum ngerasain”, gw jawab: “Gw udah pernah ngerasain dua-duanya” :)) Maksud twit gw adalah: banyak orang mengira kalau pengalaman pacaran bisa diekstrapolasi ke pernikahan. Artinya, kalau cocok dan happy di saat pacaran, maka semua pasti bisa ‘diteruskan’/diekstrapolasi ke pernikahan. Ekstrapolasi dalam konteks ini bermasalah karena sebenarnya pacaran dan pernikahan bukan variable yang sama. Dua-duanya sangat berbeda, dari hal-hal sepele sampai hal-hal besar. Pacaran di konteks Indonesia, misalnya, gw asumsikan belum tinggal bareng. Dari tinggal terpisah menjadi tinggal bareng, […]

Read More →

Kapan Kawin? – Sebuah Tinjauan Filosofis, Psikologis, dan Bisnis

Jadi hari ini Twitter sempet rame dengan becandaan “Kapan kawin?” Fenomena pertanyaan ‘Kapan kawin?’ adalah fenomena umum saat pertemuan-pertemuan keluarga ataupun reuni dengan teman. Dan menjelang Lebaran yang penuh dengan silaturahmi, pertanyaan menyebalkan ini biasanya muncul. Which is cukup ironis kalo urutan ngomongnya “Minal Aidin Wal Faidzin ya jeeeung” *cipika cipiki* “Kapan kawin??” (BARU MINTA MAAF UDAH LANGSUNG BIKIN DOSA!! TAMPAR AJA! TAMPAR!) Pertanyaan ini begitu jamaknya sampai kita mungkin sudah take it for granted, selain ngebecandain dan menyiapkan balasan yang lucu2 (the best balasan buat gw so far: “Kapan kawin? ” “Kapan mati?”) Tapi gw pengen sok menganalisa fenomena ini lebih dalam, dari berbagai aspek. Analisa: SANG PENANYA “Kapan kawin?” justru bisa dianalisa dari sisi sang penanya. Latar-belakang dan motivasi penanya bisa memberikan berbagai interpretasi. Contoh: Jika sang penanya sudah menikah, dan pernikahannya bahagia, arti “Kapan kawin?” adalah: Gua ternyata happy banget menikah, dan gw sayang elu, dan pengen elu bisa ikutan happy…. Tapi kalau sang penanya sudah menikah dan menderita, artinya adalah: Yuk cepetan bergabung dengan penderitaan gw….. Kalau sang penanya belum menikah, maka maknanya bisa jadi kompetitif: Apa elu belum ada calon? Semoga gw duluan! Najis banget gw disalip sama elu…. Kalau sang penanya belum menikah, jomblo, berjenis kelamin sama dengan yang ditanya, dan kenal dengan pasangan yang ditanya, maka maknanya: WOOHOO! GW MASIH ADA KESEMPATAN DENGAN COWOK/CEWEK ELU! Kalau sang penanya masih keluarga/teman dekat dengan yang ditanya, dan yang ditanya sebenarnya SUDAH kawin, maka maknanya menjadi: Gua […]

Read More →

Betapa Sayangnya “Sayang”

“Cowok itu ganteng sih, baik pula, sayang penampilannya nggak banget” “Dia pintar dan cantik, sayang ngerokok” “Sebenernya  dia udah suka sama gw, siap nikah pula, sayang dia kalo ngomong agak gagap” Pasti udah sering deh denger kalimat di atas, dalam berbagai variasinya, iya kan? Formulanya biasanya: (Sederet sifat baik yang menjadikan seseorang potensial jadi pacar/suami/istri) + sayang + (satu dua sifat jelek yang membuyarkan segalanya) Posting ini terinspirasi twitter @louisajhe tadi pagi: “Just found out that handsome-elevator-dude is an active smoker :’(“ Jadi rupanya ada cowok kecengan yang selama ini di-ilerin di lift, jadi buyar karena ketauan merokok (Hi Jessica, kalo elu baca ini, maaf gw quote tanpa ijin :p) Kayaknya inilah kodrat manusia, yang selalu mencari pasangan sempurna, sayang pencarian ini sering rontok karena ada ‘sayang’ dalam menilai seseorang 😀 Tentunya gw bukannya tidak setuju bahwa seseorang harus punya kriteria dalam memilih pasangan, apalagi kalau sudah menjelang serius. Kita semua berhak mendapatkan seseorang berkualitas, dan yang cocok dengan kita. Mungkin masalahnya adalah ketika daftar kriteria kita tidak membedakan mana yang sifatnya “wajib” (must have), dan mana yang bisa dikompromikan (nice to have). Soalnya kalau nguber Mr.  dan Ms. Perfect yang memenuhi semua kriteria yang diinginkan, agak susah ya probabilitanya, apalagi kalo kriterianya semakin spesifik (“Gw hanya mau cowok yang bisa bikin 1000 candi dalam semalem”, misalnya) Ya bisa aja sih ketemu in real life, tapi seberapa besar peluangnya? Gw pernah baca di buku “The Paradox of Choice” oleh Barry […]

Read More →