The Alpha Girl’s Journey

Sudah 4 bulan berlalu sejak buku The Alpha Girl’s Guide terbit di awal Desember 2015, dan gw baru sadar gw belom pernah menulis blog post tentang buku ini. Seiring perjalanan buku ini, dan sesudah mendapat banyak input dari pembaca, rasanya sudah saatnya menulis tentang awal mula dan sedikit perjalanan dari buku ini sampai saat ini. The Alpha Girl’s Guide adalah […]

Read More →

Surat Untuk Kaum LGBT

Kepada kaum LGBT di Indonesia, sesama manusia dan saudara sebangsa. Saya menuliskan ini, karena kepikiran dengan segala pemberitaan, isu, rumor, sampai fitnah yang berkembang akhir-akhir ini menyangkut kamu. Saya pernah membaca, “Privilege is invisible to whose who have it”. Hak istimewa (privilege) tidak terlihat dan dirasakan oleh orang yang memilikinya. Menjadi orang kulit di putih di AS tidak merasakan privilege berkulit putih, karena mereka tidak pernah menjadi kulit hitam atau kuning yang harus menghadapi rasisme. Menjadi pria di dunia korporat mungkin tidak merasakan privilege berpenis, karena mereka tidak pernah menjadi perempuan yang harus menghadapi diskriminasi gender. Menjadi Sarjana mungkin tidak merasakan privilege akses pendidikan tinggi, karena tidak pernah merasakan menjadi mereka yang untuk menyelesaikan SD saja susah sekali. Memiliki orientasi heteroseksual mungkin membuat saya tidak menyadari memiliki privilege itu, karena saya tidak pernah merasakan menjadi minoritas yang memiliki orientasi seks yang berbeda. Tetapi saya tetap memberanikan diri menulis surat ini kepada kamu. Walaupun saya memiliki orientasi seks “mayoritas”, toh saya memiliki etnis dan keyakinan minoritas, dan juga pernah menghadapi kebencian, pelecehan, dan hinaan. Mungkin saya bisa berempati denganmu, walau hanya sedikit. Mungkin. Akhir-akhir ini ada begitu banyak prasangka, kecurigaan, dan kebencian yang beredar terhadapmu. Mungkin sebagian dari kamu kaget, bahkan teman, kolega, atau keluargamu yang kamu pikir selama ini baik kepadamu, bisa tiba2 ikut menyebar postingan WA, FB, atau social media lain yang menggambarkan kamu seolah2 bukan manusia, lebih rendah dari binatang, atau penderita sakit menjijikkan yang harus dijauhi seperti kalau tidak menular. Sebagian besar dari orang yang membencimu, adalah karena […]

Read More →

Melemahnya Spesies Kita: Antikuman, Bully, dan Blokir

Apakah spesies kita, Homo Sapiens, mengalami pelemahan? Dan tragisnya, kemajuan teknologi dan peradaban kita lah yang melemahkan diri kita sendiri. Pikiran ini muncul saat gw pertama kali membaca artikel tentang hubungan meningkatnya penggunaan produk-produk “antikuman” dengan kasus alergi dan asma. Alergi dalam penjelasan sederhananya adalah imunitas yang LEBAY. Misalnya, dalam kasus alergi debu atau serbuk bunga. Debu atau serbuk bunga yang sebenarnya harmless, tidak berbahaya, bagi sebagian orang dianggap musuh besar, sehingga timbul reaksi bersin terus2an. Terus apa hubungannya dengan penggunaan produk2 antikuman, seperti sabun antikuman, tisu antikuman, gel antikuman, dan sejuta produk antikuman lainnya? Para ilmuwan sudah lama mencurigai bahwa meningkatnya kasus alergi di antara anak-anak di negara maju adalah karena meningkatnya penggunaan produk antikuman di rumah tangga. Fenomena ini disebut “The Hygiene Hypothesis”: semakin higienis dan steril tempat anak bertumbuh, maka semakin besar resiko sistem imunitas si anak menjadi lebay, dan akhirnya makin rentan alergi. Sistem imunitas adalah sistem yang “belajar”. Tidak ada manusia yang terlahir dengan sistem imunitas dengan paket antivirus komplit. Sama dengan antivirus komputer, databasenya harus selalu diupgrade, begitu juga seorang manusia membangun database “musuh” secara gradual, sejak kecil. Secara sederhana, Hygiene Hypothesis berkata bahwa lingkungan anak yang terlalu steril membuat sistem imunitasnya tidak “berkenalan” dengan macam-macam mikroorganisme. Produk antikuman membunuh semua jenis mikroba, padahal sebenarnya ada mikroba baik di luar sana yang juga harus dikenal oleh sistem imunitas. Akibatnya, ketika bertemu hal sederhana seperti debu, bulu kucing, atau cowok buaya, sistem imunitasnya literally menjadi NORAK dan bereaksi lebay – dan timbul […]

Read More →

Laporan Survei Anak Ahensi!

Anak Ahensi. Mereka yang bekerja di industri kreatif dan komunikasi. Mereka bekerja di advertising, digital, event organizer, Public Relations. Tanpa mereka, internet dan social media akan terasa hambar. Mereka lah yang (merasa) meramaikan dan membawa kebahagiaan kepada para netizen. Mereka juga komunitas yang (merasa) paling asik. Tetapi, di balik keriaan dan postingan foto Path penuh senyuman palsu, apakah mereka sungguh […]

Read More →

“Clean Up Your Own Mess!”

Siang tadi kebetulan saya dan istri harus makan siang di Sevel (7-11) karena sedang buru2. Sesudah membayar, kamipun mencari tempat duduk. Seperti biasa, banyak meja yang kosong tapi kotor dengan sisa makanan dan minuman yang dibiarkan di meja. Kami pun hanya bisa menghela napas dengan sedikit jengkel. Budaya membersihkan sisa makanan sendiri di restoran cepat saji memang belum umum di negeri ini. Dulu saya pun termasuk yang tidak mengerti soal ini, sampai suatu saat saya tinggal di Australia selama 2 tahun untuk kuliah postgraduate. Di sana saya baru tahu bahwa di fast food joints (seperti McDonalds, Burger King, dll), pengunjung membersihkan sendiri mejanya seusai makan. Minimal sekedar membuang semua bungkusan, gelas kertas, dan sampah lain ke dalam tempat sampah yang disediakan. Sesudah kembali ke tanah air, kebiasaan ini tidak bisa saya hentikan. Sampai sekarang jika makan di McDonald’s atau restoran fast food lain, pasti sisa makanan saya bawa dengan tray (baki) ke tempat sampah, dan tray diletakkan di tempatnya. Kalau kebetulan makan di Starbucks yang menggunakan piring kaca, ya sesudah makan piringnya dikembalikan ke barista. Di negeri ini perilaku ini memang belum dibiasakan. Mungkin banyak dari kita yang masih menyamaratakan perilaku di restoran biasa, di mana makanan diantarkan dan dibersihkan oleh waiter/waitress, dan restoran fast food, di mana kita mengambil sendiri makanan dan (seharusnya) membersihkan sendiri juga untuk pengguna meja berikutnya. Saya membaca tentang bagaimana pengunjung IKEA di Tangerang meninggalkan begitu saja sisa makanan mereka, sementara di semua IKEA di […]

Read More →

Jodoh Itu Mirip Wajah vs. Naik Motor Melawan Arah

Pagi2 di ask.fm, menerima pertanyaan dari seorang dedek2, “Percaya gak kalo jodoh itu bisa dilihat dari kemiripan wajah?” Ampun dah. Bagi saya, pertanyaan semacam ini bisa dikelompokkan dengan “Percaya kepribadian berdasarkan zodiak gak?”, atau “Percaya kepribadian berdasarkan golongan darah gak?”, dst, dst. Mau tahu satu kata dari saya untuk semua pertanyaan seperti ini? “MALAS!!” Ketika orang malas untuk berusaha mengenali orang lain, mengenali pribadinya yang unik, maka orang pun mencari jalan pintas. Gak mau repot, gak mau lama. Cukup bertanya zodiaknya apa, atau golongan darahnya apa. Kalo lagi nyari suami/istri, cukup mencocok2kan wajah. Itu pun modal ngeliat foto profile pic yang udah habis dipoles Camera360 atau Beauty Face. Sudah lah bahwa “jodoh itu wajahnya mirip” dan konsep zodiak itu adalah kotoran banteng (terjemahin sendiri), tapi gw lebih mengkhawatirkan fenomena nyari jalan pintas ini, bahkan untuk urusan jodoh. Kita tidak ingin menjalani proses suka-dukanya mengenal orang lain, mengetahui harapan dan ketakutannya, menemukan sendiri hal yang dia suka/tidak suka, menemukan ketidak-cocokan di antara kita, merasakan berselisih pendapat, dan lain-lain. Cukup dengan mengetahui “Dia Capricorn”, atau “Dia golongan darah B”, dan kita merasa sudah mengenal seseorang. Kenal ndasmu…. Kemalasan berusaha mengenal orang ini kemudian juga mengingatkan saya kepada kejengkelan saya kemarin melihat begitu banyak pemotor yang melawan arah dengan santainya. Saya benar2 khawatir dengan fenomena naik motor melawan arah ini. Yang paling mendasar tentunya faktor keamanan. Dan yang selalu saya cemaskan adalah penyeberang jalan. Karena di Indonesia kita kalau menyeberang praktis melihat ke […]

Read More →

Polisi Tidur, Perang Nuklir, dan Credible Threat

Hari ini dihubungi oleh anak teman yang sedang mengerjakan project sekolah. Entah kenapa, dia memilih “polisi tidur” (speed bump) sebagai project. Dia menghubungi saya untuk mengetahui pendapat saya. Pertanyaan pertama adalah: “Setujukah dengan konsep polisi tidur?” Pertanyaan ini sepele, tapi sebenarnya bisa dibahas panjang. Dalam menilai sesuatu, entah barang atau tindakan, seringkali kita harus memulai dari tujuan (purpose) barang/tindakan tersebut. Apakah the real purpose dari polisi tidur? Polisi tidur itu tujuannya adalah MELAMBATKAN laju kendaraan di titik-titik yang rentan kecelakaan (misalnya sekolah, karena anak kecil suka lari menyeberang tanpa lihat kiri-kanan). Jadi secara purpose, konsep polisi tidur itu masuk akal, di atas kertas. Dan gw mendukung saja, karena jika di dekat sekolahan maka keselamatan anak kecil adalah nomor satu. Masalahnya ada di EKSEKUSI. Dulu waktu gw kecil, seinget gw, polisi tidur selalu DICAT setrip2 putih. Jadi pengendara mobil/motor TAHU ada polisi tidur 20-30 meter sebelumnya, sehingga mereka mulai melambatkan mobil lebih dahulu. Pada saat mereka tiba di polisi tidur, kecepatan mereka sudah cukup lambat untuk menghindari guncangan terlalu parah. Masalahnya sekarang polisi tidur dibangun seenak2 jidat warga, dan TIDAK DICAT. Baik siang atau malam seringkali pengemudi mobil tidak bisa melihat ada polisi tidur sampai sudah terlalu dekat untuk mengerem. Akibatnya? Mobil melabrak polisi tidur dengan kecepatan tinggi, shockbreaker cepat rusak, dan tetep aja orang yang menyeberang di balik polisi tidur tersebut masih berisiko tercium mobil. Worse, kalo polisi tidurnya lebay dan mobil berkecepatan tinggi, bisa2 mobil melompat dan menimpa mbok […]

Read More →

Perjalanan Ke Paris & Itali – Part 1

Mau cerita soal perjalanan ke Paris dan Itali selama 2 minggu di bulan Oktober-November 2014 kemarin. Udah sangat terlambat menulisnya karena kesibukan dan kemalasan, hahaha. [PERINGATAN: Gw bukan travel blogger ya, jadi kalo berharap banyak tips2 biaya, pemesanan tiket, dll. bukan di sini tempatnya. Ini hanya sekedar cerita highlight hal-hal menarik yang gw lihat selama perjalanan] Perjalanan ke Paris dan […]

Read More →

Interstellar. A Non-Scientific Review.

[WARNING: OBVIOUSLY there would be spoilers] Much has been written about Interstellar, especially the physics and other ‘science’ bits. I wouldn’t go that way again. Besides, what does an advertising guy know about astrophysics? Overall, with this movie I think Nolan has redeemed himself from that horrendous ‘The Dark Knight Rises’ (my review here. Oh, do read the comments section […]

Read More →