Skip to content

High Cost Economy dan Mahluk Halus

Pernah denger istilah “High Cost Economy”? Kalo gw gak salah dan gak sok tahu, gampangnya adalah roda perekonomian menciptakan biaya tinggi karena inefisiensi, atau praktik korupsi. Contoh, perusahaan manufaktur yang harusnya biaya bahan bakunya misalnya hanya Rp 1,000 per unit, harus menambahkan biaya produksi karena dipalak di berbagai level: dari level pejabat pusat, pejabat daerah, ormas resek, sampe preman pengkolan. Akhirnya biaya produksi membengkak menjadi Rp 3,000 per unit.Yang rugi akhirnya konsumen, karena harganya jadi lebih mahal dari yang semestinya. High cost economy juga bisa disebabkan oleh inefisiensi, misalnya infrastruktur yang buruk. Misalnya jalan antar propinsi yang buruk, sehingga biaya transportasi komoditi menjadi lebih lama, sehingga harus membayar jasa shipping lebih tinggi, atau upah driver dan kenek yang lebih besar, atau tambahan asuransi. Begitu juga dapet gebetan yang banyak tuntutan, seperti kalo ngedate harus memakai BBM non-subsidi beroktan tinggi (ini pacar ato pembalap), atau bapaknya yang selalu harus dikasih upeti Dji Sam Soe kalo pulang malem, ini merupakan high cost economy, eh, gebetan. Jadi, singkatnya, definisi sok tau gw, high cost economy adalah aktivitas ekonomi menjadi mahal secara tidak perlu karena praktik-praktik korup, kolusi, nepotisme, etos kerja/layanan publik buruk, atau infrastruktur buruk. Yang rugi akhirnya konsumen (karena harusnya bisa membeli lebih banyak jika harganya lebih rendah), produsen (karena tidak bisa menjual sebanyak jika ongkos produksi lebih rendah sehingga harga lebih rendah), dan juga pemerintah (transaksi yang lebih sedikit artinya pemasukan pajak lebih rendah, pertumbuhan ekonomi tidak optimal). Gitu lah penjelasan awam gw. (Monggo kalo ada ekonom yang lebih berwenang mau menyanggah […]

Read More →

Mengapa Hanya Gen-X Yang Akan Selamat Dari Zombie Apocalypse

Hari ini gw menyadari bahwa jika zombie apocalypse melanda, bisa dipastikan hanya Gen-X (lahir dari tahun 1960-1980) dan MUNGKIN, SEBAGIAN dari Millenial (lahir dari tahun 1980-2000), yang akan survive. Oke lah, tambahkan Baby Boomer yang relatif sehat. Kalo Gen-Z rasanya sudah pasti punah. Jadi ceritanya, saat beres-beres untuk pindah rumah, gw menemukan sebuah radio. It’s a good ‘ol radio, masih bisa nangkep radio FM dan AM. Bahkan masih menyisakan tempat kaset. Yang penting, radio ini masih berfungsi sangat baik. Kebetulan karena kami memiliki ART (Asisten Rumah Tangga) baru yang berasal dari Pemalang (dengan usia Millenial muda), gw pikir radio ini akan gw pinjamkan saja ke dia. Lumayan kan, kalo malem2 di kamar dia bisa dengerin Wednesday Slow Machine (masih ada gak sih acara ini?), minimal update harga cabe kriting. Percakapannya seperti ini. Gw: “Nur, sinih” Nur: “Iya pak” Gw: “Ini saya ada radio tidak terpakai. Kamu bawa saja ke kamar, untuk hiburan” Nur dengan ekspresi bingung: “Makasih pak. Tapi, SAYA TIDAK TAHU CARA PAKAINYA PAK” (penekanan caps lock dari penulis blog ini) Gw: (butuh tiga detik untuk mencerna ini semua) Gw lagi: “GIMANA GIMANA?! KAMU GAK TAHU CARA PAKAI RADIO?! EMANG KAMU DENGER LAGU GIMANA CARANYA??” (Penekanan caps lock masih dari penulis blog ini) Nur: “Saya download lagunya pak, pake hape” Gw: *berkunang-kunang* Masih gw, sambil memunguti serpihan harga diri yang berceceran: “Ya udah, sinih saya ajarin cara memakai radio. Kan lumayan buat dengerin lagu, dan um, orang ngobrol….” (apa kabar dijeeeee….) Maka gw menghabiskan tiga menit berikutnya mengajarkan konsep tombol “on/off” […]

Read More →

Review Awam LG V20, “The Beast” 

Okay, sesudah sempat break dari review gadget dengan mereview status ke-ayah-an (ada gak sih kata “ke-ayah’an”? Ini maksudnya terjemahan dari “fatherhood”….), saatnya kembali ke review hape. Kali ini, gw berkesempatan mereview smartphone kategori phablet anyar dari LG, yaitu V20. Terima kasih kepada LG untuk unit reviewnya! Disclaimer bagi yang pertama kalinya membaca review gw: Review ini adalah “review awam”, yang […]

Read More →

Review Awam Jadi Ayah di Usia 40an – Part 1

Kali ini, saya mau review awam sesuatu yang bukan gadget. Kali ini, saya mau review bagaimana rasanya jadi ayah di usia 40-an. Disclaimer review awam saya tetap sama seperti biasa. Ini hanya lah review dari seorang ayah biasa. Bukan pakar keayahan, bukan dokter obgyn, apalagi bidan. Jadi semua opini di sini harus dibaca dengan kritis, dan dibandingkan dengan masukan para pakar di bidangnya. Okay? Sebelum saya mereview tentang apa rasanya menjadi ayah, mungkin baiknya saya awali dengan keputusan memiliki anak. Jadi, ceritanya saya dan istri memutuskan untuk memiliki anak. Mungkin ada yang bertanya, kok, pake diputuskan segala? Bukannya ini sesuatu yang otomatis ya? Bukannya punya anak bagi pasangan menikah itu se-otomatis kalo beli MacBook baru harus diporotin beli segala dongle baru? Bagi kami, memiliki anak itu keputusan sadar. Jadinya harus dibicarakan sebelum menikah. Karena kami harus memikirkan apakah kami memang siap, dan tidak hanya “ingin”. Kalo menggunakan logika sepenuh tokoh Spock di Star Trek, rasanya tidak ada positifnya membawa manusia baru di planet ini. Planet yang sudah penuh sesak manusia, polusi, global warming, ancaman terorisme, Donald Tump, dan trend OM TELOLET OM di mana-mana ini. Sesudah 4 tahun menikah, kami masih tidak mendapatkan anak. Seorang sahabat sudah menganjurkan untuk mengangkat anak saja. Sebuah proposal logis. Di planet dan negeri yang sudah sesak ini, ada banyak anak-anak yatim piatu yang membutuhkan kasih sayang orang tua. Tanpa harus menambah jumlah manusia, kita masih bisa menjadi orang tua bagi yang membutuhkan. Adopsi pun kami perbincangkan sebagai opsi, sesudah kami berusaha dulu dengan “program” punya anak. Mengapa kami masih ngotot ingin punya anak […]

Read More →

Pahlawan (Di) Lembaran Uang

Alkisah, di suatu titik dalam sejarah, sekelompok pejuang kemerdekaan harus berjuang melawan penjajah. Para pejuang ini datang dari berbagai latar belakang, warna kulit, bahkan kepercayaan. Tetapi mereka tidak mempersoalkan perbedaan di antara mereka. Yang mereka tahu ada sesuatu yang lebih besar yang mereka perjuangkan. Kemerdekaan menentukan nasib sendiri, kemerdekaan dari tirani. Dan hal ini jauh lebih penting dari perbedaan di antara mereka, bahkan perbedaan keyakinan sekalipun. Apakah saya sedang membicarakan pahlawan Indonesia? Oh, bukan. Saya sedang membahas film Rogue One, sebuah cerita yang mengambil setting di semesta Star Wars. Saya senang dengan ceritanya yang menggambarkan berbagai penghuni galaksi yang dijajah Empire bersatu. Bentuknya macam2, ada yang manusia, ada yang mirip cumi, warnanya juga macam2. Ada yang relijius, ada yang agnostik. Tapi semua berjuang bersama untuk common goal. Mereka meneteskan darah, keringat, bahkan mengorbankan nyawa untuk melawan tiran. Ini memang hanya fiksi, yang seringkali menjadi potret ideal yang jarang ditemui di dunia nyata. Tapi, Indonesia rasanya memiliki sejarah yang tidak jauh berbeda dari kisah Rogue One. Dalam masa penjajahan Belanda dan perang revolusi, bangsa ini pernah melahirkan anak-anak perjuangan yang mengesampingkan perbedaan. Ada yang bersuku Aceh, Jawa, Manado, Ambon, Tionghoa, dan lain-lain. Ada yang beragama Kristen, Muslim, Buddha, Hindu, Katolik. Ada yang intelek, ada yang dokter, ada yang pendekar. Rasanya disbanding para protagonis Rogue One, kisah pejuang Indonesia tidak kalah heroik dan menginspirasi. Bahkan lebih dahsyat, karena ini kisah nyata, bukan rekaan pujangga Hollywood. Maka ketika uang baru Republik ini menciptakan […]

Read More →

Review Awam Laptop HP Envy 13

Yay, ada review awam lagi! Selama ini review awam gadget gw meluluk di sekitar smartphone. Akhirnya ada kesempatan untuk mereview laptop juga. Terima kasih kepada HP Indonesia yang memberi gw kesempatan mereview laptop HP Envy 13 ini. Model yang gw terima adalah Envy 13-d027TU dengan prosesor Intel Core i7. Untuk yang baru pertama kali membaca review awam gw, seperti biasa […]

Read More →

Makna Namamu, Anakku.

Untuk anakku, Inilah makna namamu. Namamu sederhana, mudah diucapkan, dan hanya terdiri dari 3 huruf. (3 huruf rasanya sudah nama formal terpendek yang bisa kami orangtuamu pikirkan. Kalau 2 huruf jadinya “Po” dari Kungfu Panda!) Dari raja terkaya, sampai rakyat jelata, semua (seharusnya) mudah menyebut namamu. Ke negara manapun kamu pergi, semoga namamu mudah diucapkan (maklum, orangtuamu orang iklan/marketing, jadi […]

Read More →