Filosofi Teras: Stoicisme dan Emosi Negatif Kekinian

Akhirnya setelah sempat vakum selama 3 tahun, gw menulis buku lagi. Buku ini gw beri judul “FILOSOFI TERAS. Filsafat Yunani-Romawi Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini”. Gw mau mencoba membuat sedikit PYSD (Pertanyaan Yang Sering Ditanyakan – ceritanya “FAQ” Frequently Asked Question :D) tentang buku ini, biar lebih jelas.

co filosofi teras

Apa itu “Filosofi Teras” (FT)?

FT adalah sebuah buku yang memperkenalkan filsafat Stoic/Stoa dalam Bahasa Indonesia, ditulis dengan gaya bahasa ringan tanpa menghilangkan substansi, dan juga dihiasi ilustrasi menarik karya Levina Lesmana, ilustrator muda berbakat. Buku ini adalah gabungan penjelasan topik-topik Stoicisme yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, dan sharing pengalaman pribadi mengaplikasikannya dalam kehidupan gw sehari-hari.

Referensi buku ini adalah: tulisan-tulisan klasik karya filsuf Stoa (Epictetus, Seneca, Marcus Aurelius, Musonius Rufus, dll.) yang sudah berusia hampir 2.000 tahun, tulisan kontemporer mengenai Stoicisme (karya Massimo Pigliucci, William Irvine, Donald Robertson, Ryan Holiday, dll), interview dengan beberapa ahli/praktisi, dan pengalaman pribadi.

Singkatnya, apakah itu filsafat Stoic?

Stoicisme adalah aliran/mashab filsafat Yunani-Romawi kuno (pada jamannya, selain Stoicisme ada aliran Epicureanisme, Cynicism, Skepticism, Neoplatonism), yang berkembang 2.300 SM – 200 M (kira2 500 tahun). Jadi kebayang kan tua-nya filsafat ini – lebih tua dari agama Kristen dan Islam. Stoicisme lahir di Yunani, dan kemudian berkembang di Romawi. Stoicisme redup ketika Kekaisaran Romawi resmi menganut agama Kristen.

Beberapa filsuf Stoic: Epictetus (seorang mantan budak), Seneca (politisi di era Kaisar Nero), Marcus Aurelius (Kaisar baik hati, ada di film Gladiator di awal, atasan dari Russel Crowe!) Nelson Mandela konon membaca tulisan Stoic selama di penjara lebih dari 20 tahun sehingga ia bebas dari dendam kepada penindasnya. Mantan presiden AS Bill Clinton juga menempatkan buku Meditations karya Marcus Aurelius sebagai buku favoritnya.

Akhir-akhir ini Stoicisme kembali populer di belahan dunia lain, dengan munculnya tulisan-tulisan kontemporer/modern yang mengulas filsafat ini. Filsafat jadul ini dianggap sebagai “mind hack” untuk masa kini. Beberapa artikel yang membahas kembalinya filosofi ini

http://theconversation.com/stoicism-5-0-the-unlikely-21st-century-reboot-of-an-ancient-philosophy-80986 

New Yorker: https://www.newyorker.com/magazine/2016/12/19/how-to-be-a-stoic

Kenapa namanya jadi “Filosofi Teras”?

Waktu ngobrol dengan beberapa orang, gw menyadari banyak yang kesulitan mengucapkan atau mengeja “Stoic” atau “Stoicisme”, jadi supaya lidah gak belibet, untuk judul buku gw terjemahkan saja. Istilah “Stoic” diambil dari tempat awal para filsuf dan murid-murid Stoic nongkrong, yaitu sebuah teras berpilar dihiasi lukisan (dalam bahasa Yunaninya stoa poikile), di semacam alun2 di Athena. Karenanya untuk judul buku gw memakai “Filosofi Teras”.

image

Stoa Poikile. atau Teras Bergambar/Painted Porch. Sumber: agora.ascsa.net

Apa pentingnya baca mengenai filsafat jadul?

 

Yang membuat gw tertarik pada Stoicisme saat mempelajarinya ada beberapa hal:

  1. Ternyata filsafat ini PRACTICAL beut! Dulu kalo denger kata “filsafat”, terbayang pembahasan “gak penting”  nan ribet tentang alam semesta, makna eksistensi, apakah kesadaran itu ada, dan segudang teori-teori bikin botak yang gak ada relevansinya di era BTS dan Blackpink. Ternyata Stoicisme bukan filsafat yang seperti itu. Banyak sekali topik dan tips yang bersifat praktik: seperti mengatasi baper/galau/stress, gimana hidup di tengah orang-orang nyebelin, gimana supaya gak marah2, sampai menghadapi musibah hidup.
  2. Filsafat jadul ini masih sangat relevan di jaman sekarang. Saat gw baca tulisan-tulisan aslinya yang sudah hampir 2.000 tahun umurnya, ternyata masalah manusia dari dulu gak berubaaaah. Jaman sekarang ada smartphone, IG, dan goyang Shopee, tapi ternyata masalah emosi manusia dari dulu sama aja. Dan solusi dari Stoicisme ya masih kepake.

Salah satu manfaat nyata dari praktik Stoicisme adalah manajemen emosi negatif., bukan “mengejar kebahagiaan”, Stoicisme lebih fokus ke bagaimana kita bisa mengurangi emosi negatif (marah, galau, khawatir, sedih, stress, dll.) Bagi para filsuf Stoic, emosi negatif ini bisa diobati dengan filosofi. Jika emosi negatif bisa diredam, harusnya lebih gampang ya menuju happy.

Kenapa menulis buku ini?

Soalnya gak ketemu literatur/buku mengenai Stoicisme dalam Bahasa Indonesia! Mungkin ada, tapi terbatas untuk komunitas filsafat ya? Bahkan buku2 kontemporer-nya saja tidak ada yang menterjemahkan. Jadi gw menulis buku ini siapa tahu jadi “panglaris”, jadi lebih banyak orang yang tertarik dengan topik ini, men-trigger penulis2 lain, atau penerbit untuk menterjemahkan buku-buku Stoic yang sudah ada.

Bisa dishare 1-2 prinsip utama Stoicisme?

Bisa dong. Tapi beli bukunya ya biar lebih jelas, hahaha. Kalo harus milih 2 prinsip inti dari Stoicisme, gw milih ini:

  • Dikotomi Kendali. Dalam hidup, ada hal2 yang di bawah kendali kita, ada hal2 yang tidak di bawah kendali kita. Daftar hal2 yang di bawah kendali kita……pendek….banget (hanya pikiran, nalar, pertimbangan, perkataan, dan tindakan kita). Sisanya, tidak di bawah kendali kita, termasuk kekayaan, karir, reputasi, orang lain, sampai kesehatan kita. (Kalo protes, baca aja bukunya yak). Menurut Stoicisme, segala sumber bete, baper, galau, marah2 itu karena kita menggantungkan kebahagiaan kita pada hal-hal yang tidak di bawah kendali kita. Gimana mau happy kalo hal-hal itu tidak di bawah kendali kita?
  • “It is not things that disturb us, but our opinion about them”. Kita ini sebenarnya merasa sedih/kecewa/marah/stress bukan karena peristiwa hidup yang menimpa kita, tapi karena pendapat/opini kita mengenai peristiwa tersebut. Contohnya, dua karyawan perusahaan yang sama, dengan kondisi ekonomi yang sama, barengan diPHK. Yang satu depresi, marah-marah merasa dizholimi, yang satunya lagi woles dan terinspirasi nyari ide bisnis. Peristiwa eksternalnya sama, tapi interpretasinya bisa beda. Implikasinya:
    • Bad news: Kita gak bisa nyalahin peristiwa eksternal untuk emosi kita. Gak boleh bilang, “Gw sedih/bete/marah KARENA [peristiwa/orang lain]”. Emosi kita adalah tanggung-jawab kita, dan sepenuhnya di bawah kendali kita.
    • Good news-nya: kalo emosi kita disebabkan oleh pikiran kita sendiri, artinya bisa dikendalikan dong :). Gak perlu nunggu situasi hidup sesuai kemauan kita untuk bisa damai dan happy.

Asik gak? Asik dong. Makanya beliiii…..

Siapa nih yang cocok jadi pembaca Filosofi Teras?

Filosofi Teras cocok untuk mereka yang:

  1. Mau mengurangi emosi negatif. Kalo temen2 udah capek baper, galau, khawatir, iri, dengki, dendam, pahit, dll. bisa mempelajari FT. Informasi: Stoicisme menjadi inspirasi terapi psikologi yang disebut Cognitive Behavioral Therapy (CBT) yang berusaha melawan emosi negatif dengan rasional. Ada banyak argumen dan tips praktis yang bisa membantu temen-temen mengurangi emosi negatif. Apalagi dengan
  2. Udah eneg dengan tahun politik 2018-2019. Kamu udah capek dan eneg dengan hoax, fake news, berantem di WAG dan FB urusan Pilpres? Karena semua itu tidak bisa kita hilangkan, bagaimana kalo kita-nya yang bisa dibuat “imun” dengan itu semua? FT bisa membantu itu.
  3. Sekedar berminat pada topik Filsafat x Self-Improvement. “Filsafat” dan “Self Improvement” umumnya dianggap topik gak nyambung, tapi di dalam Stoicisme, keduanya menyatu. Para filsuf Stoic dalam tulisan-tulisan klasik berkali2 menegur mereka yang belajar filsafat tapi hidupnya tidak menjadi lebih baik. Penasaran kayak apa filsafat yang justru bisa dipraktikkan sehari-hari? Baca aja buku ini!

Apakah buku Filosofi Teras sudah tersedia di toko buku?

Filosofi Teras tersedia di toko-toko buku di Jabodetabek mulai 26 November 2018, dan segera menyebar di kota-kota lain di Pulau Jawa dan luar Jawa.

Bagi yang sudah membaca, kesan dan saran ditunggu di email: filosofi.teras@gmail.com yaaaa.

15 Comments »

  1. Saya udah beli nih bukunya om Piring yang satu ini. Btw review dikit ya om hehe.. bukunya sangat membantu om, karena saya termasuk orang yang banyak mikir negatif dan baperan. Buku ini termasuk buku self improvement yang membantu saya banget untuk latian gimana caranya biar gak baperan & berpikir negatif terus-terusan. Selama ini hidup saya kacau, dan saya depresi karena masalah sepele yang dibiarkan terus berlanjut. Menjadi seorang Stoic sejati memang sulit tapi tidak ada salahnya untuk mencoba dahulu.Terimakasih om buat bukunya yang luar biasa ini. Sehat & sukses selalu om Piring 🙏

  2. buku bagus nih,kemarin liat ada digramed, mmg langka ulasan stoikisme dlam bahasa, penasaran awalnya ttg stoik habis baca “The Subtle Art of Not Giving A Fuck” yg kebanyakan isi-nya mendekati stoik

  3. Halo Mas Henry Manampiring! Kesannya sudah aku post di blog aku ya! (Sekalian promo. Hehe…) Terima kasih sekali sudah menulis buku tersebut dan memperkenalkanku dengan Stoisisme. 🙂
    Untuk saran… apa ya? Aku nemu typo, itu termasuk saran ngga sih? Hehe… Terus berkarya dan menginspirasi ya, Mas. Salam sukses!

  4. Saya baru saja selesai baca bukunya, gara2 nonton bukatalk yang mengundang Bp. Henry. Di bukatalk saya lihat content nya menarik cuma pembawaan Bp. Hendy kurang luwes, tapi berhubung saya penasaran, jadinya beli bukunya karena mau tau content nya secara lengkap. Tp ternyata setelah saya baca bukunya pengalaman yang saya alami kurang lebih sama dengan saat nonton bukatalk, dimana content buku nya menarik tp gaya bahasa nya agak kurang cocok dengan saya. Banyak guyonan nya agak jayus menurut saya, agak kurang sesuai dengan content buku yang dibahas. Saran dari saya mungkin gaya bahasa yang mau kelihatan seru dan kocak lebih cocok di content buku yang memang ringan dan humor. Untuk buku filosofis sebaiknya tidak perlu dibuat2 agar terkesan lucu, jadi nya garing.. no offense yah, hanya sekedar menyampaikan saran saja, mungkin buat orang lain cocok 🙂

Leave a comment