Kapan Kawin? – Sebuah Tinjauan Filosofis, Psikologis, dan Bisnis
Jadi hari ini Twitter sempet rame dengan becandaan “Kapan kawin?” Fenomena pertanyaan ‘Kapan kawin?’ adalah fenomena umum saat pertemuan-pertemuan keluarga ataupun reuni dengan teman. Dan menjelang Lebaran yang penuh dengan silaturahmi, pertanyaan menyebalkan ini biasanya muncul. Which is cukup ironis kalo urutan ngomongnya “Minal Aidin Wal Faidzin ya jeeeung” *cipika cipiki* “Kapan kawin??” (BARU MINTA MAAF UDAH LANGSUNG BIKIN DOSA!! TAMPAR AJA! TAMPAR!) Pertanyaan ini begitu jamaknya sampai kita mungkin sudah take it for granted, selain ngebecandain dan menyiapkan balasan yang lucu2 (the best balasan buat gw so far: “Kapan kawin? ” “Kapan mati?”) Tapi gw pengen sok menganalisa fenomena ini lebih dalam, dari berbagai aspek. Analisa: SANG PENANYA “Kapan kawin?” justru bisa dianalisa dari sisi sang penanya. Latar-belakang dan motivasi penanya bisa memberikan berbagai interpretasi. Contoh: Jika sang penanya sudah menikah, dan pernikahannya bahagia, arti “Kapan kawin?” adalah: Gua ternyata happy banget menikah, dan gw sayang elu, dan pengen elu bisa ikutan happy…. Tapi kalau sang penanya sudah menikah dan menderita, artinya adalah: Yuk cepetan bergabung dengan penderitaan gw….. Kalau sang penanya belum menikah, maka maknanya bisa jadi kompetitif: Apa elu belum ada calon? Semoga gw duluan! Najis banget gw disalip sama elu…. Kalau sang penanya belum menikah, jomblo, berjenis kelamin sama dengan yang ditanya, dan kenal dengan pasangan yang ditanya, maka maknanya: WOOHOO! GW MASIH ADA KESEMPATAN DENGAN COWOK/CEWEK ELU! Kalau sang penanya masih keluarga/teman dekat dengan yang ditanya, dan yang ditanya sebenarnya SUDAH kawin, maka maknanya menjadi: Gua […]