Ekstrapolasi Pacaran Ke Pernikahan (Buat Yang Lagi Pacaran)
Tenaaang, gak usah panik, nanti gw jelasin apa artinya ‘ekstrapolasi’ 😀 ‘Ekstrapolasi’ sih bahasa begonya adalah memperkirakan nilai/kondisi sesuatu variabel, berdasarkan trend/pola variabel tersebut sebelumnya. (Definisi freedictionary.com: To infer or estimate by extending or projecting known information. Lho, kok definisi Enggresnya lebih gampang dari definisi bego gua?). Contoh: kalo beberapa tahun berturut2 Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi x%, maka seseorang bisa memprediksi pertumbuhan 2012 dengan mengekstrapolasi trend angka sebelumnya. Asumsi dari ekstrapolasi adalah: perilaku suatu variable cenderung tidak berubah drastis. Karenanya ekstrapolasi digunakan untuk mengestimasi hal-hal yang sifatnya berubah secara steady/predictable. Contoh: pertumbuhan penduduk. Karena kemungkinannya kecil Indonesia dibom aliens yang tersinggung dengan jambul Syahrini, maka kita bisa pede mengekstrapolasi jumlah penduduk di tahun 2012, 2020, sampe 2050 – berdasarkan pertumbuhan penduduk yang kemarin (plus asumsi2). Beberapa hari yang lalu gw mengetwit: “Kesalahan fatal adalah mengekstrapolasi kebahagiaan saat pacaran ke pernikahan”. Berhubung media Twitter sangat terbatas, mungkin gw bisa elaborate sedikit maksud gw di blog ini. (Buat yang mau ngomong: “Jangan sok tahu kalo belum ngerasain”, gw jawab: “Gw udah pernah ngerasain dua-duanya” :)) Maksud twit gw adalah: banyak orang mengira kalau pengalaman pacaran bisa diekstrapolasi ke pernikahan. Artinya, kalau cocok dan happy di saat pacaran, maka semua pasti bisa ‘diteruskan’/diekstrapolasi ke pernikahan. Ekstrapolasi dalam konteks ini bermasalah karena sebenarnya pacaran dan pernikahan bukan variable yang sama. Dua-duanya sangat berbeda, dari hal-hal sepele sampai hal-hal besar. Pacaran di konteks Indonesia, misalnya, gw asumsikan belum tinggal bareng. Dari tinggal terpisah menjadi tinggal bareng, […]