Tentang Menulis Dan Cibiran Itu [Lanjutan]
Mau melanjutkan postingan yang sebelumnya ah…. Gw memperhatikan fenomena maraknya penulis-penulis baru yang lahir seiring dengan populernya media sosial, khususnya Twitter. Dari timeline yang gw ikuti, banyak yang sudah menerbitkan buku sendiri, baik itu perorangan, maupun secara kolaborasi. Kalau gw jalan-jalan ke toko buku, gw melihat beberapa buku dengan cover yang menunjukkan bahwa penulisnya berangkat dari Twitter (biasanya ada gambar burung. Burung Twitter ya, bukan burungnya penulis…) Pendapat gw pribadi soal fenomena ini? BAGUS BANGET. Bahwa semakin banyak penulis muda menerbitkan buku, dan banyak penerbit yang mau mendukung mereka, adalah hal yang sangat positif. Menulis terkait dengan kebiasaan membaca, dan yang satu mempengaruhi yang lain. Semakin bersemangat kegiatan menulis, seharusnya mendorong juga kebiasaan membaca. Dan sebaliknya. Apalagi gw pernah membaca bahwa kebiasaan bangsa Indonesia membaca buku masih sangat rendah. Jadi kalau ramainya Twitter menghasilkan penulis-penulis muda baru, bagi gw ini adalah hal yang menggembirakan. (Walaupun gw pribadi tidak menyukai buku yang isinya ‘plek ketiplek’ hanya copy paste dari Twitter. Mungkin gw old-fashioned, tetapi bagi gw sebuah ‘buku’ adalah medium untuk bertutur yang lebih panjang, elaborate, dan lebih dari sekedar kumpulan ‘kicauan 140 karakter’. But that’s just me). Yang bikin gw heran adalah adanya sikap sinis terhadap fenomena di atas. Gw inget sebelum akhirnya ‘Cinta Tidak Harus Mati’ terbit, gw sempet woro-woro di Twitter bahwa gw akan mengeluarkan buku. Walaupun banyak yang memberikan support, gw juga mendapatkan beberapa komentar sinis. “Ah, ternyata oom Piring gak beda dengan yang lain, ikut-ikutan bikin buku juga” adalah […]